Sabtu, 14 April 2018

Mengupas Kinerja Penjualan Semen di Kuartal 1 2018

Penjualan Semen Curah Melonjak 19%, Terdorong Ratusan Proyek Infrastruktur

JAKARTA - Penjualan semen di Indonesia pada kuartal I 2018 mencapai 15,72 juta ton tumbuh 6,6% dibanding kuartal I 2017 sebanyak 14,75 juta ton. Seiring dengan itu, penjualan semen curah (bulk) melonjak 19% di kuartal I 2018 secara tahunan, terdorong percepatan realisasi ratusan proyek infrastruktur pemerintah.

Seperti diprediksi Duniaindustri.com, pertumbuhan penjualan semen di Indonesia pada kuartal I 2018 didorong peningkatan pesat di daerah Sumatera yang tumbuh 11,7%, persentase pertumbuhan tertinggi secara kawasan di Indonesia. Penjualan semen di Sumatera pada kuartal I 2018 tumbuh menjadi 3,43 juta ton.

Disusul kemudian pasar semen di Kalimantan yang tumbuh 11,5% menjadi 1,03 juta ton pada kuartal I 2017 secara tahunan. Pasar semen di Jawa tercatat tumbuh tertinggi ketiga, dengan persentase pertumbuhan 6,1% menjadi 8,78 juta ton pada kuartal I 2018. Dilanjutkan pasar semen di Sulawesi yang tumbuh 5,9% menjadi 1,27 juta ton.

Realisasi proyek infrastruktur pemerintah yang dipercepat ikut mendorong pasar semen di Indonesia hingga kuartal I 2018. Terbukti, pertumbuhan penjualan semen curah (bulk) melampaui penjualan semen kemasan (bag). Pada kuartal I 2018, pertumbuhan penjualan semen curah melonjak 19% secara tahunan, didorong percepatan realisasi proyek-proyek infrastruktur pemerintah. Lebih detail lagi, lonjakan penjualan semen curah terlihat pada Maret 2018 yang meroket 40% secara tahunan, berdasarkan data yang dikumpulkan dari market leader industri semen.

Sedangkan kenaikan penjualan semen kemasan (bag) lebih tipis, hanya membukukan pertumbuhan 3% di kuartal I 2018. Meski demikian, tim Duniaindustri.com menilai, justru persaingan sengit terjadi di segmen kemasan (bag), mengingat para pemain baru (new comers) gencar melakukan penetrasi pasar dan promosi. Hal ini membuat market leader industri semen terpaksa membuat strategi tandingan untuk menghalang para new comers.

Pada Maret 2018, penjualan semen di Indonesia tumbuh 3,5% menjadi 5,2 juta ton dibanding bulan yang sama tahun sebelumnya 5,02 juta ton. Pertumbuhan tertinggi penjualan semen pada Maret 2018 tetap dipegang Sumatera dengan persentase pertumbuhan 8,8%, disusul Kalimantan 7%, dan Jawa 4,3%. Sementara pertumbuhan penjualan di Nusa Tenggara dan Maluku – Papua tercatat negatif.

Pengaruh Proyek Infrastruktur

Ratusan proyek infrastruktur dengan estimasi nilai total Rp 990 triliun telah diselesaikan pemerintah sebagai bagian dari percepatan realisasi proyek strategis nasional (PSN). Tercatat dalam rentang waktu 2015-2017, alokasi dana pemerintah untuk pembangunan infrastruktur mencapai Rp 990 triliun. Rinciannya, Rp 290 triliun pada 2015, Rp 313 triliun pada 2016, dan melonjak menjadi Rp 387 triliun pada 2017. Tahun ini, gebrakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla belum kendur. Anggaran pembangunan infrastruktur tambah ‘gila’ lagi, mencapai Rp 409 triliun.

Apa yang sudah dibangun dengan uang sebanyak itu? Pemerintah mengklaim 300 kilometer jalan tol telah terbangun, juga 2.623 kilometer jalan nasional mulai dari Trans-Papua, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur. Ada pula pembangunan jembatan yang mencapai 25.149 meter, 81 pelabuhan, tujuh bandara baru, pembenahan 439 bandara, pembangunan ratusan kilometer rel kereta api, hingga 33 waduk.

Meski demikian, pemerintah mengakui, Rp 990 triliun bukanlah uang yang cukup untuk mengejar ketertinggalan infrastuktur Indonesia dari negara lain. Hingga 2019 mendatang, pembangunan Indonesia membutuhkan setidaknya Rp 4.197 triliun yang terangkum dalam 245 proyek strategis nasional (PSN). Dari total kebutuhan anggaran itu, pemerintah hanya mampu membiayai 33% atau sekitar Rp 1.551 triliun saja. Adapun, 25% atau Rp 1.175 triliun-nya berasal BUMN. Sisanya, sebesar 42% atau Rp 1.974 triliun didorong berasal dari swasta.

Secara teoritis, memang proyek infrastruktur bisa menjadi mesin penggerak pertumbuhan sektor-sektor ekonomi. Proyek infrastruktur dalam menimbulkan efek berantai (multiplier effect) ke semua lini yang memutar perekonomian lebih kencang. Namun, sekali lagi, kerja belum usai. Masih banyak proyek infrastuktur yang harus direalisasikan hingga 2019. Di sisi lain, masih ada sedikitnya dua pekerjaan rumah (PR) yang mesti dibenahi pemerintah.

Mengutip Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, ada dua hal yang dapat mengoptimalkan efek berantai dari proyek-proyek infrastruktur pemerintah. Pertama, keberpihakan pemerintah terhadap industri lokal sebagai pendukung proyek infrastruktur.

“Kalau kita lihat di 2017, kita banyak mengerjakan proyek infrastruktur, tapi terjadi over suplai semen. Dan tidak ada satu baja pun dari dalam negeri. Karena apa? Karena mereka (BUMN karya) cari jalan instan. Yang murah impor. Ini yang akhirnya percepatan proyek infrastruktur tidak punya multiplier effect dalam jangka pendek. Karena semua capital insentive, apalagi di-support dari barang-barang impor,” kata Enny.

Dan kedua, lanjut dia, pemerintah perlu membangkitkan produktivitas serta output masyarakat daerah sehingga memanfaatkan proyek infrastruktur. Pembangunan infrastruktur fisik merupakan bagian integral dari pembangunan perekonomian yang bertumpu pada peningkatan produktivitas. Di sinilah peran pemerintah untuk mendorong produktivitas.(*)

Sumber: di sini
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 153 database, klik di sini
** Butuh 20 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
*** Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
**** Butuh copywriter specialist, klik di sini
***** Butuh content provider, klik di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar