Sabtu, 14 Maret 2020

Dilema Relaksasi Impor dan Blunder Kebijakan Perdagangan Atasi Dampak Virus Corona

Wabah virus corona mulai mencekam di Indonesia dengan jumlah pasien positif covid-19 mencapai 96 orang, yang salah satunya adalah menteri perhubungan. Sejumlah langkah dilakukan pemerintah termasuk berencana memberlakukan relaksasi impor. Namun, langkah itu justru dinilai kontraproduktif oleh sebagian pengusaha.

Mestinya relaksasi impor diterapkan untuk produk yang belum diproduksi di dalam negeri. Jika seluruh produk diberikan relaksasi impor, dikhawatirkan kebijakan ‘blunder’ ini justru mematikan produsen lokal yang saat ini sedang berupaya survive di tengah himpitan kenaikan biaya produksi dan fluktuasi pasar, sebagai dampak lanjutan wabah virus corona yang makin mengglobal.

Ambil contoh di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Inkonsistensi kebijakan perdagangan selama 10 tahun terakhir kerap menghantui industry tekstil dan produk tekstil (TPT) hingga sector ini terpuruk dengan tingkat utilisasi saat ini di bawah 50%. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyatakan bahwa keengganan para pejabat pemerintah untuk menjadikan pasar domestik menjadi jaminan pasar bagi produk dalam negeri sangat berbanding terbalik dengan kebijakan lain yang menaikkan biaya produksi.

Selama 10 tahun terakhir importasi terus-terusan dibuka bahkan difasilitasi melalui Kawasan Berikat dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor hingga yang terakhir Pusat Logistik Berikat. “Untuk produk dalam negeri ada tata niaga melalui larangan terbatas (lartas) namun kebijakan ini kan terus diamputasi dan sengaja dibuat masuk angin, pengenaan BMAD dan BMTP sulitnya minta ampun,” jelas Redma kepada tim Duniaindustri.com di Jakarta, akhir pekan lalu.

Ia pun menuding bahwa kebijakan perdagangan yang tidak pernah mempertimbangkan integrasi hulu hilir dan cenderung berpihak pada barang impor memang sengaja dibuat kebijakannya atas upaya lobi importer pedagang.

Namun di sisi lain tarif listrik, gas, upah karyawan, biaya logistik dan pungutan lainnya terus naik ditambah berbagai pengetatan aturan lainnya menambah beban biaya industri. “Tax holiday dan tax allowance belum bisa membantu industri TPT karena tidak langsung bisa mengurangi biaya produksi plus harus ada investasi untuk dapatkan fasilitas itu,” ungkap Redma. “Yang ada saja pada gulung tikar, kapasitas idle sampai 50%, siapa mau investasi,” tegasnya.

Corona dan Blunder Fasilitasi Impor

Kondisi dan permasalahan industri TPT ini sudah sangat dipahami oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan. 2 kali pertemuan dengan Presiden Jokowi yang memberikan arahan jelas bahwa industri TPT harus diselamatkan memberikan optimisme dan harapan baru. Kebijakan safeguard sementara selama 200 hari dengan mulus bisa cepat diimplementasikan dan beberapa PLB ditutup, meski sempat kecolongan dengan revisi PERMEDAG 77 2019 yang sangat pro impor terlanjur ditandatangani.

Belum lagi kebijakan pro produk lokal di pasar domestik bisa terimplementasi dengan baik, kembali pemerintah akan melakukan relaksasi impor sebagai langkah antisipasi corona. “Jelas kami tidak mengerti apa hubungan corona dengan relaksasi impor,” tanya Redma.

Redma mengungkapkan bahwa kalau pemerintah perlu dorong ekspor, bahan baku sudah difasilitasi KB/KITE sudah bebas bea masuk dan PPN. Kalau untuk orientasi dalam negeri, harusnya pemerintah dorong penggunaan bahan baku dalam negeri untuk dorong utilisasi, karena produsen bahan baku serat, benang hingga kain saat ini utilisasinya masih di bawah 50%. “Kalau impornya dibuka, utilisasi akan turun lagi dan kembali terjadi tambahan PHK,” jelas Redma.

“Relaksasi impor di sector tekstil itu kebijakan blunder berbau lobi importer pedagang,” tegas Redma. APSyFI mengusulkan pembebasan PPN hulu-hilir untuk menggairahkan kembali penggunaan produksi dalam negeri, bukan lagi-lagi memfasilitasi bahan baku impor. “Bahan baku impor sudah diberikan fasilitas KB/KITE, bahan baku lokal yang belum pernah diberikan fasilitas, ini timpang,” cetusnya.

Oknum Pejabat Dukung Impor

Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) Suharno Rusdi menyatakan bahwa pemerintah harus berkomitmen berpihak pada produk dalam negeri termasuk bahan baku dalam negeri. “Bapak Presiden sudah memberikan arahan, harusnya bisa diimplementasikan oleh level Menteri, eselon 1 hingga eselon 2,” terangnya. “Jangan lagi mengulangi kesalahan sebelumnya dengan melakukan relaksasi impor,” tegasnya.

Rusdi menjelaskan bahwa kebijakan safeguard sementara dan penutupan PLB belum bisa menolong industri TPT karena implementasinya masih masuk angin. “Transhipment dan pemalsuan COO terjadi untuk menghindari safeguard, under invoice, under volume di PLB yang masih dibuka untuk TPT masih terjadi,” cetusnya.

“Ini memang masih ada oknum pejabat yang terkoneksi erat dengan importer pedagang masih bercokol di beberapa kementerian, jadi arahan Presiden Jokowi belum bisa terlaksana dengan baik,” jelasnya. Bahkan pihaknya melihat ada beberapa oknum pejabat yang ingin mengeliminir penetapan safeguard selama 4 tahun ke depan. “Revisi PERMENDAG 77 2019 pun terancam kembali masuk angin seperti aturan 64 ke 77,” tegasnya.

Ia pun meminta Presiden Jokowi tegas mendisiplinkan para pejabat yang terkoneksi erat dengan para mafia impor agar agenda penyelamatan industri TPT benar-benar bisa dijalankan. “Kebijakan yang dibuat oleh pejabat pro importer pasti akan selalu memberikan lubang yang bisa dimanfaatkan importer pedagang seperti revisi PERMENDAG 64 2017 ke PERMENDAG 77 2019,” jelasnya.

“Belum lagi implementasi di lapangan di mana praktik borongan masih marak, bahkan tahun lalu kita lihat drama praktik impor borongan di pelabuhan dipindahkan ke PLB,” pungkasnya.(*/tim redaksi 08/Safarudin/Indra)

Sumber: klik di sini
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:

Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 180 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya:
  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 180 database, klik di sini
  • Butuh 23 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini
  • Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
  • Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customized direktori database perusahaan, klik di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar