Riset Pasar Obat Bebas, Obat Generik, dan Obat Herbal ini menampilkan data dan outlook secara komprehensif terkait seluruh informasi mengenai industri farmasi di Indonesia, serta riset dan analisis pasar obat bebas (over the counter/OTC), obat generik, dan obat herbal. Riset ini mengulas mulai dari tren pertumbuhan pasar farmasi di Asia Pasifik (Asia Pacific healthcare market), tren pertumbuhan pasar farmasi Indonesia, pengaruh BPJS Kesehatan, tren pasar obat generik, market leader obat generik, market leader obat bebas, dan tren pasar obat herbal.
Pada halaman 2 ditampilkan ekonomi Indonesia secara garis besar, mulai dari pertumbuhan PDB 2014-2019 (est), jumlah konsumen kelas menengah, dan pasar industri consumer goods pada 2030. Pada halaman 3, ditampilkan grafis pasar farmasi di Asia Pasifik 2011-2015.
Sementara pasar industri farmasi Indonesia 2010-2014, rasio belanja kesehatan terhadap PDB, segmentasi pasar farmasi nasional, dan roadmap program Jaminan Kesehatan Nasional ditampilkan pada halaman 4. Data tersebut dilanjutkan pada halaman 5, duniaindustri.com membuat riset eksklusif terkait proyeksi pasar farmasi Indonesia 2015-2019, tingkat pertumbuhannya, dan komparasi dengan pertumbuhan ekonomi nasional periode yang sama.
Kemudian, data tersebut dikomparasi dengan perbandingan pertumbuhan pasar farmasi (healthcare expenditure) di ASEAN pada halaman 6.
Memasuki pembahasan yang lebih fokus, pada halaman 7 ditampilkan top 20 pemain farmasi terbesar di Indonesia berdasarkan nilai penjualan dan market share, serta pertumbuhannya. Data tersebut dikomparasi dengan flasback pasar obat resep 2011, lengkap dengan 10 pemain utama.
Di halaman 9, ditampilkan top 20 pemain utama obat generik di Indonesia beserta nilai penjualan, market share, dan perubahan peringkat pada 2014-2015. Disusul di halaman 10, ditampilkan top 20 pemain utama obat bebas (OTC) di Indonesia beserta nilai penjualan, market share, dan perubahan peringkat pada 2014-2015.
Menginjak pada halaman 11-13, riset Pasar Obat Bebas, Obat Generik, dan Obat Herbal ini menampilkan persaingan pangsa pasar obat bebas di Indonesia, nilai pasar obat bebas, serta tren perubahan pangsa pasar pemain utama di segmen obat bebas 2011-2015.
Sedangkan di halaman 14-18, diulas mengenai obat generik, tren pertumbuhan pasar obat generik ditopang program Jamkesnas, dan analisis persaingan obat generik terhadap obat bebas.
Pada halaman 19-35 merupakan intisari dari riset ini, yang menampilkan ulasan cukup mendalam terkait perkembangan obat bebas di Indonesia. Dimulai dari daftar merek obat bebas yang beredar di pasaran, market leader obat antasida, obat anti-diare, obat flu, obat batuk, serta obat batuk dan flu. Bagian intisari riset ini juga dilengkapi analisis masing-masing segmen obat bebas dan perkembangan market leader di masing-masing segmen.
Pada halaman 36-42 ditampilkan tren pertumbuhan obat herbal, market leader obat herbal, kinerja keuangan market leader, serta strategi bersaingnya ke depan.
Riset Pasar Obat Bebas, Obat Generik, dan Obat Herbal sebanyak 43 halaman ini berasal dari Kementerian Kesehatan, BPS, WHO dan Bank Dunia, GP Farmasi, International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG), sejumlah perusahaan farmasi di Indonesia, dan diolah duniaindustri.com.
Indeks database industri merupakan fitur terbaru di duniaindustri.com yang menampilkan puluhan data pilihan sesuai kebutuhan users. Seluruh data disajikan dalam bentuk pdf sehingga mudah didownload setelah users melakukan proses sesuai prosedur, yakni klik beli (purchase), klik checkout, dan isi form. Duniaindustri.com mengutamakan keabsahan dan validitas sumber data yang disajikan. Terima kasih atas kepercayaan Anda kepada duniaindustri.com.(*)
Baca selengkapnya di sini
Kamis, 28 April 2016
Senin, 25 April 2016
Tren Pertumbuhan Penumpang Pesawat di Indonesia
Berdasarkan laporan International Air Transport Association (IATA), jumlah penumpang udara di Indonesia diestimasi mencapai 270 juta penumpang pada 2034, atau naik lebih dari 300% dibanding 2014 dengan jumlah sebanyak 90 juta penumpang. Karena itu, Indonesia berpotensi masuk 10 besar pasar penerbangan dunia pada 2020 dan 5 besar dunia pada 2034, menurut Menteri Perindustrian Saleh Husin. Hal itu seiring dengan tingginya pertumbuhan industri penerbangan di Indonesia yang menjadi salah satu andalan moda transportasi masyarakat.
“Diperkirakan Indonesia akan masuk 10 besar pasar penerbangan dunia pada tahun 2020, bahkan akan menjadi lima besar dunia pada tahun 2034,” ujar Menteri Perindustrian Saleh Husin pada Konferensi Aviation Maintenance Repair and Overhaul Indonesia (AMROI) ke-4 di Jakarta.
Menurut catatan duniaindustri.com, nilai pasar industri penerbangan nasional pada 2015 diperkirakan mencapai Rp 105 triliun, tumbuh 5% dibanding tahun sebelumnya Rp 100 triliun berdasarkan estimasi asosiasi industri. Arif Wibowo, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional (Indonesia National Air Carries Association/INACA), menjelaskan secara nilai pendapatan (pasar) industri penerbangan nasional diperkirakan mencapai Rp 100 triliun pada 2014, dan diprediksi tumbuh 5% pada 2015.
Pesatnya pertumbuhan industri penerbangan di Indonesia membuka peluang usaha cukup besar pada industri perawatan dan perbaikan pesawat atau disebut maintenance, repair, and overhaul (MRO). Bahkan, diperkirakan Asia Pasifik akan menjadi pusat pertumbuhan industri MRO pada tahun 2022. Potensi bisnis industri MRO di Indonesia saat ini mencapai US$ 920 juta dan dalam empat tahun ke depan bisa naik menjadi US$ 2 miliar.
Menperin mengatakan, sejak peraturan pemerintah mengenai industri jasa penerbangan di Indonesia mulai dilonggarkan pada 2000, pertumbuhan jasa penerbangan melonjak tajam dalam satu dekade terakhir di Indonesia. “Sejumlah industri penerbangan saat ini bersaing ketat merebut pasar domestik dan regional,” ungkapnya.
Menurut dia, Indonesia dengan memiliki jumlah penduduk 250 juta dan wilayah yang cukup strategis, membutuhkan sarana transportasi udara untuk mendukung konektifitas antar pulau dan wilayah. “Wilayah Indonesia mencakup sebaran lebih dari 17.000 pulau, membentang sepanjang 5.200 km dari timur ke barat dan 2.000 km dari utara ke selatan. Hal ini menjadi pasar yang sangat potensial bagi para investor dunia untuk membangun industri penerbangan di Indonesia,” papar Menperin.
Selanjutnya, potensi besar untuk industri penerbangan karena menawarkan kenyamanan dan waktu yang lebih cepat serta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memberikan multiplier effect bagi sektor lainnya.
Di sektor tenaga kerja, industri penerbangan global pada saat ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak 58 juta orang dengan nilai ekonomi mencapai US$ 2,4 triliun. Diperkirakan dalam 20 tahun ke depan, industri penerbangan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak 105 juta orang dan menyumbang US$ 6 triliun terhadap PDB dunia.
Saat ini, lanjut Menperin, industri penerbangan nasional memiliki 61 maskapai penerbangan niaga didukung oleh 750 pesawat, yang beroperasi terjadwal dan tidak terjadwal. Diperkirakan jumlah pesawat akan mencapai 1.030 pesawat pada tahun 2017.(*)
Sumber: di sini
“Diperkirakan Indonesia akan masuk 10 besar pasar penerbangan dunia pada tahun 2020, bahkan akan menjadi lima besar dunia pada tahun 2034,” ujar Menteri Perindustrian Saleh Husin pada Konferensi Aviation Maintenance Repair and Overhaul Indonesia (AMROI) ke-4 di Jakarta.
Menurut catatan duniaindustri.com, nilai pasar industri penerbangan nasional pada 2015 diperkirakan mencapai Rp 105 triliun, tumbuh 5% dibanding tahun sebelumnya Rp 100 triliun berdasarkan estimasi asosiasi industri. Arif Wibowo, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional (Indonesia National Air Carries Association/INACA), menjelaskan secara nilai pendapatan (pasar) industri penerbangan nasional diperkirakan mencapai Rp 100 triliun pada 2014, dan diprediksi tumbuh 5% pada 2015.
Pesatnya pertumbuhan industri penerbangan di Indonesia membuka peluang usaha cukup besar pada industri perawatan dan perbaikan pesawat atau disebut maintenance, repair, and overhaul (MRO). Bahkan, diperkirakan Asia Pasifik akan menjadi pusat pertumbuhan industri MRO pada tahun 2022. Potensi bisnis industri MRO di Indonesia saat ini mencapai US$ 920 juta dan dalam empat tahun ke depan bisa naik menjadi US$ 2 miliar.
Menperin mengatakan, sejak peraturan pemerintah mengenai industri jasa penerbangan di Indonesia mulai dilonggarkan pada 2000, pertumbuhan jasa penerbangan melonjak tajam dalam satu dekade terakhir di Indonesia. “Sejumlah industri penerbangan saat ini bersaing ketat merebut pasar domestik dan regional,” ungkapnya.
Menurut dia, Indonesia dengan memiliki jumlah penduduk 250 juta dan wilayah yang cukup strategis, membutuhkan sarana transportasi udara untuk mendukung konektifitas antar pulau dan wilayah. “Wilayah Indonesia mencakup sebaran lebih dari 17.000 pulau, membentang sepanjang 5.200 km dari timur ke barat dan 2.000 km dari utara ke selatan. Hal ini menjadi pasar yang sangat potensial bagi para investor dunia untuk membangun industri penerbangan di Indonesia,” papar Menperin.
Selanjutnya, potensi besar untuk industri penerbangan karena menawarkan kenyamanan dan waktu yang lebih cepat serta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memberikan multiplier effect bagi sektor lainnya.
Di sektor tenaga kerja, industri penerbangan global pada saat ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak 58 juta orang dengan nilai ekonomi mencapai US$ 2,4 triliun. Diperkirakan dalam 20 tahun ke depan, industri penerbangan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak 105 juta orang dan menyumbang US$ 6 triliun terhadap PDB dunia.
Saat ini, lanjut Menperin, industri penerbangan nasional memiliki 61 maskapai penerbangan niaga didukung oleh 750 pesawat, yang beroperasi terjadwal dan tidak terjadwal. Diperkirakan jumlah pesawat akan mencapai 1.030 pesawat pada tahun 2017.(*)
Sumber: di sini
Minggu, 24 April 2016
Tren Harga CPO Global 2016
Sepanjang Februari 2016, tren harga CPO global bergerak di kisaran US$ 575 – US$ 657 per metrik ton, dengan harga rata-rata US$ 628,9 per ton. Harga rata-rata Februari 2016 ini naik sebesar 13% dibandingkan harga rata-rata pada Januari yaitu US$ 557,2 per metrik ton. Sementara itu harga CPO global sepanjang 3 pekan Maret 2016 bergerak di kisaran US$ 645 – US$ 717,5 per metrik ton. Harga terus menunjukkan tren naik meskipun perlahan. Harga terdongkrak karena pasokan minyak sawit ke pasar global mulai berkurang sementara itu penurunan produksi mulai terasa akibat dari pengaruh El Nino tahun lalu.
Penyerapan biodiesel akan terus meningkat di dalam negeri, sementara stok semakin berkurang demikian halnya juga produksi. Hal yang sama juga terjadi di Malaysia. Trend ini akan menstimulasi harga di pasar global. GAPKI memperkirakan harga CPO global sampai pada akhir Maret akan bergerak di kisaran US$ 685 – US$ 710 per metrik ton.
Sementara itu Bea Keluar Maret 2016 ditentukan oleh Kementerian Perdagangan masih sebesar 0% karena harga rata-rata CPO masih di bawah batas bawah pengenaan bea keluar yaitu US$ 750 per metrik ton sehingga yang berlaku hanya pungutan CPO Fund saja.
Tren penyerapan biodiesel di Indonesia pada Februari 2016 meningkat sekitar 30,5% menjadi 294 ribu kiloliter dari 225 ribu kiloliter pada Januari tahun ini, menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Kenaikan tersebut didorong penerapan mandatori biodiesel dengan campuran berbasis minyak sawit sebanyak 20% atau yang dikenal dengan mandatori B20 pada awal tahun ini yang sudah mulai berjalan.
Pada tahun 2016, menurut data Gapki, target penyerapan biodiesel di dalam negeri adalah 3,2 juta kiloliter. Sementara itu Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memperkirakan penyerapan Pertamina diperkirakan akan mencapai 2,5 juta kiloliter. "Penyerapan mungkin juga sesuai dengan target. Selama Januari dan Februari 2016, penyerapan Pertamina sudah berjalan dan mencapai 519 ribu kiloliter," mengutip press rilis Gapki.
Pada periode yang sama, ekspor minyak sawit Indonesia pada Februari 2016 tercatat sebanyak 2,29 juta ton atau naik 9% dibandingkan dengan ekspor Januari 2016 sebesar 2,1 juta ton. Jika dibandingkan secara year-on-year, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia selama dua bulan pertama tahun 2016 naik 22% dibandingkan periode yang sama 2015, atau dari 3,59 juta ton pada periode Januari-Februari 2015 meningkat menjadi 4,39 juta ton pada Januari – Februari 2016. Menurut data yang diolah GAPKI, produksi CPO dan CPKO Indonesia untuk Januari lalu sebesar 2,99 juta ton, pada Februari 2016 produksi turun menjadi 2,70 juta ton atau turun sebesar 9,6%. Sementara stok minyak sawit Indonesia pada Januari tercatat 4,36 juta ton, sementara pada Februari 2016 turun 16% menjadi 3,66 juta ton.
Pada Februari 2016 ekspor Indonesia memang tercatat naik, meskipun pada Januari lalu, volume ekspor sempat turun 16% dibandingkan dengan ekspor Desember 2015. Ekspor sedikit digenjot untuk mengurangi stok di dalam negeri. Ke depan ekspor minyak sawit sudah akan dikurangkan karena produksi minyak sawit yang ada akan lebih difokuskan untuk memasok bahan baku biodiesel.
Sepanjang Februari 2016, negara-negara Afrika mencatatkan peningkatan permintaan minyak sawit yang cukup signifikan yaitu sebesar 66% meskipun secara volume masih kecil. Permintaan pada Januari 2016 sebanyak 153,37 ribu ton meningkat menjadi 223,24 ribu ton pada Februari 2016. Peningkatan permintaan diikuti oleh Bangladesh membukukan kenaikan permintaan akan minyak sawit dari Indonesia cukup signifikan yaitu sebesar 35% atau dari 85,94 ribu ton di Januari menjadi 115,70 ribu ton di Februari 2016. Kenaikan permintaan karena adanya pengurangan pajak penjualan minyak makan grosir sebesar 5% oleh pemerintah Bangladesh. Tujuan pengurangan pajak penjualan ini supaya rakyat Bangladesh dapat ikut menikmati harga minyak nabati global yang murah saat ini.
Kenaikan permintaan minyak sawit Indonesia juga diikuti oleh India. Pada Februari ini India mencatatkan kenaikan permintaan sebesar 12% atau dari 383,65 ribu ton pada Januari naik menjadi 428,39 ribu ton. Sementara itu negara-negara Uni Eropa mencatatkan kenaikan permintaan yang sangat tipis yaitu sebesar 2,5% atau dari 351,13 ribu ton menjadi 359,73 ribu ton.
Pada Februari 2016, penurunan ekspor minyak sawit Indonesia ke negara tujuan dicatatkan oleh negara-negara Timur Tengah sebesar 35%, Amerika Serikat 19%, Pakistan 11%, dan China 4%.
Penurunan ekspor minyak negara-negara tersebut di atas, selain Indonesia memang mengurangi pasokan ke pasar global dengan tujuan untuk digunakan di dalam negeri untuk produksi biodiesel, penurunan ekspor juga dipengaruhi melimpahnya stok minyak nabati lain dengan harga yang kompetitif. Perlambatan ekonomi di China juga menjadi salah satu faktor penurunan permintaan di China.(*)
Sumber: di sini
Penyerapan biodiesel akan terus meningkat di dalam negeri, sementara stok semakin berkurang demikian halnya juga produksi. Hal yang sama juga terjadi di Malaysia. Trend ini akan menstimulasi harga di pasar global. GAPKI memperkirakan harga CPO global sampai pada akhir Maret akan bergerak di kisaran US$ 685 – US$ 710 per metrik ton.
Sementara itu Bea Keluar Maret 2016 ditentukan oleh Kementerian Perdagangan masih sebesar 0% karena harga rata-rata CPO masih di bawah batas bawah pengenaan bea keluar yaitu US$ 750 per metrik ton sehingga yang berlaku hanya pungutan CPO Fund saja.
Tren penyerapan biodiesel di Indonesia pada Februari 2016 meningkat sekitar 30,5% menjadi 294 ribu kiloliter dari 225 ribu kiloliter pada Januari tahun ini, menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Kenaikan tersebut didorong penerapan mandatori biodiesel dengan campuran berbasis minyak sawit sebanyak 20% atau yang dikenal dengan mandatori B20 pada awal tahun ini yang sudah mulai berjalan.
Pada tahun 2016, menurut data Gapki, target penyerapan biodiesel di dalam negeri adalah 3,2 juta kiloliter. Sementara itu Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memperkirakan penyerapan Pertamina diperkirakan akan mencapai 2,5 juta kiloliter. "Penyerapan mungkin juga sesuai dengan target. Selama Januari dan Februari 2016, penyerapan Pertamina sudah berjalan dan mencapai 519 ribu kiloliter," mengutip press rilis Gapki.
Pada periode yang sama, ekspor minyak sawit Indonesia pada Februari 2016 tercatat sebanyak 2,29 juta ton atau naik 9% dibandingkan dengan ekspor Januari 2016 sebesar 2,1 juta ton. Jika dibandingkan secara year-on-year, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia selama dua bulan pertama tahun 2016 naik 22% dibandingkan periode yang sama 2015, atau dari 3,59 juta ton pada periode Januari-Februari 2015 meningkat menjadi 4,39 juta ton pada Januari – Februari 2016. Menurut data yang diolah GAPKI, produksi CPO dan CPKO Indonesia untuk Januari lalu sebesar 2,99 juta ton, pada Februari 2016 produksi turun menjadi 2,70 juta ton atau turun sebesar 9,6%. Sementara stok minyak sawit Indonesia pada Januari tercatat 4,36 juta ton, sementara pada Februari 2016 turun 16% menjadi 3,66 juta ton.
Pada Februari 2016 ekspor Indonesia memang tercatat naik, meskipun pada Januari lalu, volume ekspor sempat turun 16% dibandingkan dengan ekspor Desember 2015. Ekspor sedikit digenjot untuk mengurangi stok di dalam negeri. Ke depan ekspor minyak sawit sudah akan dikurangkan karena produksi minyak sawit yang ada akan lebih difokuskan untuk memasok bahan baku biodiesel.
Sepanjang Februari 2016, negara-negara Afrika mencatatkan peningkatan permintaan minyak sawit yang cukup signifikan yaitu sebesar 66% meskipun secara volume masih kecil. Permintaan pada Januari 2016 sebanyak 153,37 ribu ton meningkat menjadi 223,24 ribu ton pada Februari 2016. Peningkatan permintaan diikuti oleh Bangladesh membukukan kenaikan permintaan akan minyak sawit dari Indonesia cukup signifikan yaitu sebesar 35% atau dari 85,94 ribu ton di Januari menjadi 115,70 ribu ton di Februari 2016. Kenaikan permintaan karena adanya pengurangan pajak penjualan minyak makan grosir sebesar 5% oleh pemerintah Bangladesh. Tujuan pengurangan pajak penjualan ini supaya rakyat Bangladesh dapat ikut menikmati harga minyak nabati global yang murah saat ini.
Kenaikan permintaan minyak sawit Indonesia juga diikuti oleh India. Pada Februari ini India mencatatkan kenaikan permintaan sebesar 12% atau dari 383,65 ribu ton pada Januari naik menjadi 428,39 ribu ton. Sementara itu negara-negara Uni Eropa mencatatkan kenaikan permintaan yang sangat tipis yaitu sebesar 2,5% atau dari 351,13 ribu ton menjadi 359,73 ribu ton.
Pada Februari 2016, penurunan ekspor minyak sawit Indonesia ke negara tujuan dicatatkan oleh negara-negara Timur Tengah sebesar 35%, Amerika Serikat 19%, Pakistan 11%, dan China 4%.
Penurunan ekspor minyak negara-negara tersebut di atas, selain Indonesia memang mengurangi pasokan ke pasar global dengan tujuan untuk digunakan di dalam negeri untuk produksi biodiesel, penurunan ekspor juga dipengaruhi melimpahnya stok minyak nabati lain dengan harga yang kompetitif. Perlambatan ekonomi di China juga menjadi salah satu faktor penurunan permintaan di China.(*)
Sumber: di sini
Rabu, 20 April 2016
Mengupas Perusahaan Tekstil Terbesar di Indonesia
Industri tekstil Indonesia menempati urutan kesembilan dunia untuk garmen dan posisi 11 dunia untuk tekstil. Dengan posisi yang strategis tersebut, inilah lima perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, berdasarkan riset duniaindustri.com dari laporan keuangan masing-masing perusahaan.
Di urutan pertama, terdapat PT Indorama Synthetics Tbk (INDR) yang memcatatkan penjualan sebesar US$ 682 juta pada 2015 atau sekitar Rp 8,98 triliun (kurs Rp 13.170/US$). Penjualan emiten produsen tekstil hulu ini pada 2015 turun 11,4% dibanding 2014 sebesar US$ 769,9 juta. Penurunan penjualan juga mempengaruhi laba kotor perusahaan yang melemah, menjadi US$ 62 juta pada 2015 dibanding US$ 73,9 juta pada 2014.
Meski demikian, Indorama mampu mengefisienkan beban sehingga mampu membukukan laba bersih sebesar US$ 9,8 juta pada 2015 dibanding rugi bersih sebesar US$ 936 ribu pada 2014.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau lebih dikenal sebagai Sritex menempati urutan kedua, dengan raihan penjualan US$ 631,3 juta pada 2015 atau sekitar Rp 8,3 triliun (kurs Rp 13.170/US$) atau meningkat 7,2% dari 2014 sebesar US$ 589 juta. Laba kotor perusahaan pada 2015 mencapai US$ 133,4 juta, naik 8,9% dari 2014 sebesar US$ 122,4 juta. Laba bersih Sritex pada 2015 tercatat US$ 55,6 juta, naik 10,3% dibanding 2014 sebesar US$ 50,4 juta.
PT Pan Brothers Tbk (PBRX) menduduki urutan ketiga, dengan raihan penjualan 2015 sebesar US$ 418,6 juta atau sekitar Rp 5,5 triliun, naik 23,6% dibanding 2014 sebesar US$ 338,5 juta. Laba kotor emiten produsen garmen ini tumbuh signifikan menjadi US$ 53,6 juta pada 2015 dibanding 2014 sebesar US$ 39,6 juta. Namun, laba bersih perusahaan melemah menjadi US$ 8,6 juta pada 2015 dibanding tahun sebelumnya US$ 9,3 juta.
Pada peringkat keempat, PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) yang mencetak penjualan US$ 390 juta pada 2015 atau sekitar Rp 5,13 triliun, turun 21,5% dibanding 2014 sebesar US$ 493,5 juta. Meski penjualan turun, emiten produsen tekstil hulu ini mampu menghasilkan laba kotor US$ 8,15 juta pada 2015 dibanding rugi kotor pada 2014 sebesar US$ 13,8 juta. Asia Fibers masih membukukan rugi bersih US$ 17,78 juta pada 2015, lebih rendah dibanding rugi bersih pada 2014 sebesar US$ 79,8 juta.
Di urutan kelima, terdapat PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) dengan penjualan sebesar US$ 310,8 juta pada 2015, anjlok 30,7% dibanding 2014 sebesar US$ 449 juta. Emiten produsen tekstil hulu ini mencatatkan rugi kotor pada 2015 sebesar US$ 14,9 juta, lebih rendah dibanding rugi kotor pada 2014 sebesar US$ 15,6 juta. Perseroan membukukan rugi bersih pada 2015 sebesar US$ 24 juta, relatif stagnan dibanding rugi bersih pada 2014 sebesar US$ 24,2 juta.
Market Size
Nilai pasar industri tekstil dan produk fashion di Indonesia pada 2015 diestimasi mencapai US$ 15,19 miliar atau setara Rp 208 triliun (kurs Rp 13.700/US$), menurut perhitungan tim riset duniaindustri.com. Nilai pasar tersebut tumbuh 4,7% dibanding 2014 sebesar US$ 14,51 miliar, meski dengan pertumbuhan yang jauh lebih rendah dibanding tahun lalu sebesar 7,2% dibanding 2013.
Perlambatan pertumbuhan pada 2015 antara lain disebabkan pelemahan daya beli konsumen lokal menyusul depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, perlambatan perekonomian Indonesia, serta anjloknya harga komoditas dunia.
Dari nilai pasar tersebut, sekitar 20% dipasok produk impor dan 80% masih dikuasai produsen lokal, menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Produk impor sebagian besar didominasi produk ilegal yang masuk secara selundupan untuk menghindari bea masuk, sehingga harganya 40% lebih murah dibanding produk lokal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam 5 tahun terakhir, rata-rata impor TPT naik 19,9%, ekspor naik 6,8%, sedangkan konsumsi masyarakat naik 18,3%. Kondisi ini dapat bahwa pasar pertumbuhan dipasar domestik digerogoti barang impor, sedangkan ekspor tidak tumbuh signifikan.
Sementara menurut data kalkulasi Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) yang bersumber dari Bank Indonesia, daya beli masyarakat dalam 5 tahun terakhir terus meningkat dimana konsumsi tekstil naik dari 1,21 juta ton ditahun 2009 menjadi 1,75 juta ton ditahun 2014. Selain didorong oleh peningkatan jumlah penduduk, konsumsi masyarakat juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi perkapita yang naik dari 5,03 kg ditahun 2009 menjadi 6,82 kg ditahun 2014.(*)
Sumber: di sini
Di urutan pertama, terdapat PT Indorama Synthetics Tbk (INDR) yang memcatatkan penjualan sebesar US$ 682 juta pada 2015 atau sekitar Rp 8,98 triliun (kurs Rp 13.170/US$). Penjualan emiten produsen tekstil hulu ini pada 2015 turun 11,4% dibanding 2014 sebesar US$ 769,9 juta. Penurunan penjualan juga mempengaruhi laba kotor perusahaan yang melemah, menjadi US$ 62 juta pada 2015 dibanding US$ 73,9 juta pada 2014.
Meski demikian, Indorama mampu mengefisienkan beban sehingga mampu membukukan laba bersih sebesar US$ 9,8 juta pada 2015 dibanding rugi bersih sebesar US$ 936 ribu pada 2014.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau lebih dikenal sebagai Sritex menempati urutan kedua, dengan raihan penjualan US$ 631,3 juta pada 2015 atau sekitar Rp 8,3 triliun (kurs Rp 13.170/US$) atau meningkat 7,2% dari 2014 sebesar US$ 589 juta. Laba kotor perusahaan pada 2015 mencapai US$ 133,4 juta, naik 8,9% dari 2014 sebesar US$ 122,4 juta. Laba bersih Sritex pada 2015 tercatat US$ 55,6 juta, naik 10,3% dibanding 2014 sebesar US$ 50,4 juta.
PT Pan Brothers Tbk (PBRX) menduduki urutan ketiga, dengan raihan penjualan 2015 sebesar US$ 418,6 juta atau sekitar Rp 5,5 triliun, naik 23,6% dibanding 2014 sebesar US$ 338,5 juta. Laba kotor emiten produsen garmen ini tumbuh signifikan menjadi US$ 53,6 juta pada 2015 dibanding 2014 sebesar US$ 39,6 juta. Namun, laba bersih perusahaan melemah menjadi US$ 8,6 juta pada 2015 dibanding tahun sebelumnya US$ 9,3 juta.
Pada peringkat keempat, PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) yang mencetak penjualan US$ 390 juta pada 2015 atau sekitar Rp 5,13 triliun, turun 21,5% dibanding 2014 sebesar US$ 493,5 juta. Meski penjualan turun, emiten produsen tekstil hulu ini mampu menghasilkan laba kotor US$ 8,15 juta pada 2015 dibanding rugi kotor pada 2014 sebesar US$ 13,8 juta. Asia Fibers masih membukukan rugi bersih US$ 17,78 juta pada 2015, lebih rendah dibanding rugi bersih pada 2014 sebesar US$ 79,8 juta.
Di urutan kelima, terdapat PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) dengan penjualan sebesar US$ 310,8 juta pada 2015, anjlok 30,7% dibanding 2014 sebesar US$ 449 juta. Emiten produsen tekstil hulu ini mencatatkan rugi kotor pada 2015 sebesar US$ 14,9 juta, lebih rendah dibanding rugi kotor pada 2014 sebesar US$ 15,6 juta. Perseroan membukukan rugi bersih pada 2015 sebesar US$ 24 juta, relatif stagnan dibanding rugi bersih pada 2014 sebesar US$ 24,2 juta.
Market Size
Nilai pasar industri tekstil dan produk fashion di Indonesia pada 2015 diestimasi mencapai US$ 15,19 miliar atau setara Rp 208 triliun (kurs Rp 13.700/US$), menurut perhitungan tim riset duniaindustri.com. Nilai pasar tersebut tumbuh 4,7% dibanding 2014 sebesar US$ 14,51 miliar, meski dengan pertumbuhan yang jauh lebih rendah dibanding tahun lalu sebesar 7,2% dibanding 2013.
Perlambatan pertumbuhan pada 2015 antara lain disebabkan pelemahan daya beli konsumen lokal menyusul depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, perlambatan perekonomian Indonesia, serta anjloknya harga komoditas dunia.
Dari nilai pasar tersebut, sekitar 20% dipasok produk impor dan 80% masih dikuasai produsen lokal, menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Produk impor sebagian besar didominasi produk ilegal yang masuk secara selundupan untuk menghindari bea masuk, sehingga harganya 40% lebih murah dibanding produk lokal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam 5 tahun terakhir, rata-rata impor TPT naik 19,9%, ekspor naik 6,8%, sedangkan konsumsi masyarakat naik 18,3%. Kondisi ini dapat bahwa pasar pertumbuhan dipasar domestik digerogoti barang impor, sedangkan ekspor tidak tumbuh signifikan.
Sementara menurut data kalkulasi Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) yang bersumber dari Bank Indonesia, daya beli masyarakat dalam 5 tahun terakhir terus meningkat dimana konsumsi tekstil naik dari 1,21 juta ton ditahun 2009 menjadi 1,75 juta ton ditahun 2014. Selain didorong oleh peningkatan jumlah penduduk, konsumsi masyarakat juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi perkapita yang naik dari 5,03 kg ditahun 2009 menjadi 6,82 kg ditahun 2014.(*)
Sumber: di sini
Selasa, 19 April 2016
Inilah Tren Penjualan Semen di Indonesia pada 2016
Tren penjualan semen di kuartal I 2016 mulai bergairah dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,33% dibanding periode yang sama tahun lalu. Meski demikian, tren penjualan semen secara bulanan terus melemah, dengan persentase pertumbuhan masing-masing bulan yakni Januari (9%), Februari (2,9%), dan Maret (2,14%).
Data dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menunjukkan penjualan semen pada kuartal I 2016 mencapai 14,43 juta ton, tumbuh 4,33% dibanding periode yang sama tahun lalu 13,83 juta ton. “Permintaan semen naik sebesar 4% pada kuartal I 2016. Semoga Mei dan seterusnya bisa di atas 5%,” kata Ketua ASI Widodo Santoso kepada pers.
Widodo menilai, faktor hujan adalah alasan utama konsumsi semen melambat pada Maret. Hujan menghambat pelaksanaan berbagai proyek konstruksi, properti, dan infrastruktur.
“Kami berharap curah hujan yang diprediksi reda pada Mei bisa memicu permintaan semen tumbuh lebih pesat menyerap produksi industri yang saat ini menumpuk di gudang. Stok semen di pabrik cukup banyak, jika pada Mei peningkatan demand belum tajam maka produsen semen akan slow down, bahkan menghentikan sebagian unitnya,” papar dia.
Data dari ASI menunjukkan dominasi pertumbuhan permintaan terjadi di luar Jawa. Pertumbuhan paling tinggi pada Maret 2016 terjadi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, sedangkan permintaan semen di Jawa merosot 1,5%.
Jawa masih menjadi pasar semen paling besar. Penjualan semen di Jawa mencapai 2,6 juta ton pada bulan lalu, penjualan semen di Sumatera naik 1,3% menjadi 1,04 juta ton, sedangkan penjualan semen di Sulawesi sebanyak 434.540 ton.
Persaingan Pasar
Persaingan industri semen terutama untuk sejumlah merek semen di Pulau Jawa dan Kalimantan diperkirakan makin memanas seiring kehadiran pemain-pemain baru, menurut riset duniaindustri.com. Munculnya pemain-pemain baru berpotensi menggerus pangsa pasar pemain existing jika tidak diantisipasi dengan strategi yang tepat.
Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pasar semen di Pulau Jawa pada 2015 mencapai 33,69 juta ton, turun 0,1% dibanding 2014 sebesar 33,73 juta ton. Pasar semen di Pulau Jawa berkontribusi 55,74% dari total pasar semen di Indonesia. Dari jumlah itu, pasar semen terbesar di Pulau Jawa terletak di Jawa Barat sebesar 8,93 juta ton atau setara 26,5% dari total pasar semen di Pulau Jawa. Setelah Jawa Barat, pasar semen terbesar kedua yakni Jawa Timur sebesar 8,1 juta ton, Jawa Tengah 7,12 juta ton, Jakarta 5,3 juta ton, Banten 3,28 juta ton, dan Yogyakarta 940 ribu ton.
Sementara pasar semen di Kalimantan pada 2015 mencapai 4,06 juta ton, atau setara 6,7% dari total pasar semen di Indonesia.
Tahun ini sejumlah pemain baru akan merealisasikan pabrik baru dan mulai merambah pasar terutama di Pulau Jawa dan Kalimantan. Sebut saja, Semen Garuda, Semen Merah Putih, Semen Puger, Semen Bima, Semen Jawa akan meramaikan pasar semen di Pulau Jawa. Sementara Semen Conch akan memperketat persaingan semen di Pulau Kalimantan.
Berdasarkan kompilasi data duniaindustri.com, Pulau Jawa saat ini dikuasai dua produsen semen besar, yakni PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dengan pangsa pasar masing-masing sekitar 38,8% dan 37%. Begitu juga di Pulau Kalimantan, Semen Indonesia dan Indocement menguasai pangsa pasar masing-masing sekitar 51,6% dan 27,9%.
Kehadiran pemain-pemain baru dengan merek semen yang baru akan terus memanaskan kompetisi pasar dengan pemain existing, mengingat skala ekonomi dan perang harga dimungkinkan terjadi. Pemain baru diperkirakan menggencarkan promosi dan diskon harga terutama di daerah dekat pabrik untuk menopang pertumbuhan merek semen mereka. Hal itu tentu harus diantisipasi pemain-pemain existing.(*)
Baca selengkapnya di sini
Data dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menunjukkan penjualan semen pada kuartal I 2016 mencapai 14,43 juta ton, tumbuh 4,33% dibanding periode yang sama tahun lalu 13,83 juta ton. “Permintaan semen naik sebesar 4% pada kuartal I 2016. Semoga Mei dan seterusnya bisa di atas 5%,” kata Ketua ASI Widodo Santoso kepada pers.
Widodo menilai, faktor hujan adalah alasan utama konsumsi semen melambat pada Maret. Hujan menghambat pelaksanaan berbagai proyek konstruksi, properti, dan infrastruktur.
“Kami berharap curah hujan yang diprediksi reda pada Mei bisa memicu permintaan semen tumbuh lebih pesat menyerap produksi industri yang saat ini menumpuk di gudang. Stok semen di pabrik cukup banyak, jika pada Mei peningkatan demand belum tajam maka produsen semen akan slow down, bahkan menghentikan sebagian unitnya,” papar dia.
Data dari ASI menunjukkan dominasi pertumbuhan permintaan terjadi di luar Jawa. Pertumbuhan paling tinggi pada Maret 2016 terjadi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, sedangkan permintaan semen di Jawa merosot 1,5%.
Jawa masih menjadi pasar semen paling besar. Penjualan semen di Jawa mencapai 2,6 juta ton pada bulan lalu, penjualan semen di Sumatera naik 1,3% menjadi 1,04 juta ton, sedangkan penjualan semen di Sulawesi sebanyak 434.540 ton.
Persaingan Pasar
Persaingan industri semen terutama untuk sejumlah merek semen di Pulau Jawa dan Kalimantan diperkirakan makin memanas seiring kehadiran pemain-pemain baru, menurut riset duniaindustri.com. Munculnya pemain-pemain baru berpotensi menggerus pangsa pasar pemain existing jika tidak diantisipasi dengan strategi yang tepat.
Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pasar semen di Pulau Jawa pada 2015 mencapai 33,69 juta ton, turun 0,1% dibanding 2014 sebesar 33,73 juta ton. Pasar semen di Pulau Jawa berkontribusi 55,74% dari total pasar semen di Indonesia. Dari jumlah itu, pasar semen terbesar di Pulau Jawa terletak di Jawa Barat sebesar 8,93 juta ton atau setara 26,5% dari total pasar semen di Pulau Jawa. Setelah Jawa Barat, pasar semen terbesar kedua yakni Jawa Timur sebesar 8,1 juta ton, Jawa Tengah 7,12 juta ton, Jakarta 5,3 juta ton, Banten 3,28 juta ton, dan Yogyakarta 940 ribu ton.
Sementara pasar semen di Kalimantan pada 2015 mencapai 4,06 juta ton, atau setara 6,7% dari total pasar semen di Indonesia.
Tahun ini sejumlah pemain baru akan merealisasikan pabrik baru dan mulai merambah pasar terutama di Pulau Jawa dan Kalimantan. Sebut saja, Semen Garuda, Semen Merah Putih, Semen Puger, Semen Bima, Semen Jawa akan meramaikan pasar semen di Pulau Jawa. Sementara Semen Conch akan memperketat persaingan semen di Pulau Kalimantan.
Berdasarkan kompilasi data duniaindustri.com, Pulau Jawa saat ini dikuasai dua produsen semen besar, yakni PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dengan pangsa pasar masing-masing sekitar 38,8% dan 37%. Begitu juga di Pulau Kalimantan, Semen Indonesia dan Indocement menguasai pangsa pasar masing-masing sekitar 51,6% dan 27,9%.
Kehadiran pemain-pemain baru dengan merek semen yang baru akan terus memanaskan kompetisi pasar dengan pemain existing, mengingat skala ekonomi dan perang harga dimungkinkan terjadi. Pemain baru diperkirakan menggencarkan promosi dan diskon harga terutama di daerah dekat pabrik untuk menopang pertumbuhan merek semen mereka. Hal itu tentu harus diantisipasi pemain-pemain existing.(*)
Baca selengkapnya di sini
Senin, 18 April 2016
Inilah Tren Industri Elektronik di Indonesia
Data Industri Elektronik Home Appliances 2005-2015 ini menampilkan data, kajian, analisis, dan riset terkait seluruh informasi mengenai industri elektronik rumah tangga (home appliances) di Indonesia, mulai dari tren nilai pasar (market size) untuk industri elektronik home appliances, 14 kategori elektronik home appliances, analisis tren pertumbuhan 2005-2015, volume pasar (demand) 14 kategori elektronik home appliances, porsi kategori produk terhadap total pasar elektronik home appliances, hingga pangsa pasar, serta tren pasar elektronik global.
Data ini dimulai dari tren pertumbuhan nilai pasar industri elektronik home appliances di Indonesia periode 2005-2015, dilengkapi dengan tren pertumbuhannya, dan 14 kategori yang termasuk produk elektronik home appliances (halaman 2).
Kemudian, data market size tersebut dianalisis secara khusus pada halaman 3 untuk menghitung pertumbuhan rata-rata majemuk per tahun (compounded annual growth rate/CAGR) 2005-2015. Di halaman 4, diuraikan volume pasar 14 kategori elektronik home appliances di Indonesia dan tren yang terjadi sejak 2013-2015.
Di halaman 7, ditampilkan tren investasi dan ekspor produk elektronik home appliances sejak 2007-2025 (forecast). Berdasarkan riset duniaindustri.com, nilai investasi industri elektronik nasional pada 2012 ditargetkan mencapai US$ 7 miliar dengan ekspor US$ 20 miliar, rata-rata investasi kumulatif mencapai US$ 500 juta per tahun. Di halaman 8, diulas tren produksi dan serapan tenaga kerja di industri elektronik nasional.
Pada halaman 9-10, diulas strategi pengembangan industri elektronik berdasarkan rancangan pemerintah periode 2010-2025. Data ini dilengkapi dengan analisis kekuatan dan kelemahan industri elektronik nasional pada halaman 11 & 13. Data ini juga dilengkapi dengan perilaku pasar konsumen elektronik home appliances pada halaman 12.
Pada halaman 14-25, diulas tren industri elektronik secara global, mulai dari neraca perdagangan produk elektronik di negara-negara ASEAN dan porsi tujuan perdagangan produk elektronik negara ASEAN (halaman 14), negara eksportir elektronik terbesar di ASEAN beserta top 5 produk elektronik yang paling banyak diekspor (halaman 15). Indonesia menempati urutan keenam dalam eksportir produk elektronik terbesar di ASEAN, sementara produk elektronik yang paling banyak diekspor adalah electronic integrated circuits and micro-assemblies.
Pada halaman 16-18, ditampilkan matriks perbandingan daya saing sejumlah industri manufaktur dan komoditas, termasuk consumer electronics dan electronic components, dari seluruh negara di ASEAN.
Data ini dilengkapi dengan proyeksi pertumbuhan industri elektronik global per kawasan periode 2013-2015 pada halaman 19, tren nilai pasar elektronik global periode 2005-2015 beserta tren pertumbuhannya pada halaman 20. Secara khusus, data ini menampilkan tren market size elektronik global dibagi per kawasan, lengkap dengan tren pertumbuhan, jumlah populasi, serta rata-rata penduduk per rumah tangga. Asia Tenggara dan China merupakan pasar elektronik global terbesar dengan jumlah populasi 3,9 miliar orang, GDP 6,7% (2015), dan nilai pasar lebih dari US$ 70 miliar.
Tidak ketinggalan, ditampilkan juga pada halaman 24-25 top 10 global market share untuk industri elektronik home appliance lengkap dengan nilai penjualannya.
Data sebanyak 26 halaman ini berasal dari Kementerian Perindustrian, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Electronic Marketer Club (EMC), Gabungan Elektronik Indonesia (Gabel), sejumlah perusahaan elektronik terbesar, dan diolah duniaindustri.com.
Download database industri merupakan fitur terbaru di duniaindustri.com yang menampilkan puluhan data pilihan sesuai kebutuhan users. Seluruh data disajikan dalam bentuk pdf sehingga mudah didownload setelah users melakukan proses sesuai prosedur, yakni klik beli (purchase), klik checkout, dan isi form. Duniaindustri.com mengutamakan keabsahan dan validitas sumber data yang disajikan. Terima kasih atas kepercayaan Anda kepada duniaindustri.com.
Data ini dimulai dari tren pertumbuhan nilai pasar industri elektronik home appliances di Indonesia periode 2005-2015, dilengkapi dengan tren pertumbuhannya, dan 14 kategori yang termasuk produk elektronik home appliances (halaman 2).
Kemudian, data market size tersebut dianalisis secara khusus pada halaman 3 untuk menghitung pertumbuhan rata-rata majemuk per tahun (compounded annual growth rate/CAGR) 2005-2015. Di halaman 4, diuraikan volume pasar 14 kategori elektronik home appliances di Indonesia dan tren yang terjadi sejak 2013-2015.
Pada halaman 5, diulas kontribusi 14 kategori elektronik home appliances terhadap total pasar elektronik home appliances di Indonesia. Di halaman 6, dijabarkan tren pangsa pasar televisi di Indonesia dengan delapan pemain utama yang menguasai market share terbesar.
Di halaman 7, ditampilkan tren investasi dan ekspor produk elektronik home appliances sejak 2007-2025 (forecast). Berdasarkan riset duniaindustri.com, nilai investasi industri elektronik nasional pada 2012 ditargetkan mencapai US$ 7 miliar dengan ekspor US$ 20 miliar, rata-rata investasi kumulatif mencapai US$ 500 juta per tahun. Di halaman 8, diulas tren produksi dan serapan tenaga kerja di industri elektronik nasional.
Pada halaman 9-10, diulas strategi pengembangan industri elektronik berdasarkan rancangan pemerintah periode 2010-2025. Data ini dilengkapi dengan analisis kekuatan dan kelemahan industri elektronik nasional pada halaman 11 & 13. Data ini juga dilengkapi dengan perilaku pasar konsumen elektronik home appliances pada halaman 12.
Pada halaman 14-25, diulas tren industri elektronik secara global, mulai dari neraca perdagangan produk elektronik di negara-negara ASEAN dan porsi tujuan perdagangan produk elektronik negara ASEAN (halaman 14), negara eksportir elektronik terbesar di ASEAN beserta top 5 produk elektronik yang paling banyak diekspor (halaman 15). Indonesia menempati urutan keenam dalam eksportir produk elektronik terbesar di ASEAN, sementara produk elektronik yang paling banyak diekspor adalah electronic integrated circuits and micro-assemblies.
Pada halaman 16-18, ditampilkan matriks perbandingan daya saing sejumlah industri manufaktur dan komoditas, termasuk consumer electronics dan electronic components, dari seluruh negara di ASEAN.
Data ini dilengkapi dengan proyeksi pertumbuhan industri elektronik global per kawasan periode 2013-2015 pada halaman 19, tren nilai pasar elektronik global periode 2005-2015 beserta tren pertumbuhannya pada halaman 20. Secara khusus, data ini menampilkan tren market size elektronik global dibagi per kawasan, lengkap dengan tren pertumbuhan, jumlah populasi, serta rata-rata penduduk per rumah tangga. Asia Tenggara dan China merupakan pasar elektronik global terbesar dengan jumlah populasi 3,9 miliar orang, GDP 6,7% (2015), dan nilai pasar lebih dari US$ 70 miliar.
Tidak ketinggalan, ditampilkan juga pada halaman 24-25 top 10 global market share untuk industri elektronik home appliance lengkap dengan nilai penjualannya.
Data sebanyak 26 halaman ini berasal dari Kementerian Perindustrian, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Electronic Marketer Club (EMC), Gabungan Elektronik Indonesia (Gabel), sejumlah perusahaan elektronik terbesar, dan diolah duniaindustri.com.
Download database industri merupakan fitur terbaru di duniaindustri.com yang menampilkan puluhan data pilihan sesuai kebutuhan users. Seluruh data disajikan dalam bentuk pdf sehingga mudah didownload setelah users melakukan proses sesuai prosedur, yakni klik beli (purchase), klik checkout, dan isi form. Duniaindustri.com mengutamakan keabsahan dan validitas sumber data yang disajikan. Terima kasih atas kepercayaan Anda kepada duniaindustri.com.
Kamis, 14 April 2016
Memperkenalkan Lembaga Riset Industri Terlengkap di Indonesia
Di era globalisasi dan digitalisasi seperti sekarang, riset dan data industri sudah dianggap sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan secara profesional. Seluruh rantai bisnis industri (supply-demand chain) membutuhkan data untuk dapat mengambil keputusan yang tepat dan efisien.
Namun, di Indonesia sering terjadi pencarian data, analisis, dan riset sulit dilakukan karena terbatasnya akses informasi, ruang publik, ekosistem yang belum berkembang, serta ketiadaan forum/ajang interaksi jual-beli data. Karena itu, tidak heran, harga (nilai) sebuah data dapat melambung tinggi karena keterbatasan pasokan, sementara kebutuhan tergolong tinggi.
Duniaindustri.com memperkenalkan fitur terbaru yakni download database industri aktual. Lebih dari 100 database industri dari berbagai sektor industri manufaktur (tekstil, agro, kimia, makanan-minuman, elektronik, farmasi, otomotif, rokok, semen, perkapalan, dan lainnya), komoditas, pertanian, perkebunan, sumber daya mineral, logistik, infrastruktur, properti, perbankan, reksadana, media, consumer, hingga makro-ekonomi.
Duniaindustri.com memberikan diskon paket pembelian data industri 30%-50% dengan menjadi member tahunan. Segera hubungi kami untuk kebutuhan data industri, analisis, riset, kajian, dan market research lainnya.
Database industri sangat bermanfaat bagi perusahaan maupun perorangan, investor, pemangku kebijakan, direksi perusahaan, marketer, lembaga pemerintahan, institusi asing, lembaga pembiayaan, mahasiswa, dan lainnya.
Duniaindustri.com menyediakan indeks data industri yang bisa didownload user untuk memberikan gambaran atau acuan perkembangan sektor industri tertentu. Saat ini duniaindustri.com menghimpun lebih dari 1000 ukm dan lebih dari 10.000 basis user baik secara perorangan maupun perusahaan, serta industrial agent dari 10 negara di dunia, seperti Korea Selatan, Jepang, Eropa, Dubai.
Indeks Data Industri yang bisa didownload:
Riset Industri Manufaktur; Peluang Investasi dan Basis Produksi 2015-2019
Riset Peluang Kerjasama Pemerintah dan Swasta di Proyek Infrastruktur 2015-2019
Riset Tren Produksi Oleokimia dan Biodiesel 2011-2017
Riset Persaingan Brand Rokok di Indonesia 2014-2016
Riset Komprehensif Industri Baja 2007-2017
Riset Peta Persaingan Industri Semen 2015-2017
Data dan Analisis Industri Oli Pelumas 2007-2016
Riset Komprehensif Industri Susu Olahan 2013-2016
Data dan Outlook Industri Susu & Teh Siap Minum 2013-2016
Data dan Outlook Industri Farmasi 2010-2019
Data dan Outlook Industri Batubara 2011-2030
Data dan Outlook Industri Semen 2003-2019
Data dan Outlook Industri Rokok 2005-2016
Data dan Outlook Industri Petrokimia 2009-2016
Data dan Outlook Transportasi, Logistik, dan Infrastruktur 2009-2019
Data Industri Minimarket, Supermarket, Hypermarket, dan Modern Trade di Indonesia 2012-2015
Data dan Outlook Industri Oleokimia dan Biodiesel 2015-2016
Data dan Outlook Industri Consumer Goods 2016
Tren Fashion dan Data Industri Tekstil
Data industri sepeda motor dan velg motor di Indonesia
Outlook Industri Otomotif 2016-2018
Outlook Industri CPO 2016
Data Pasar Surat Utang di Indonesia dan ASEAN
Data Kejatuhan Harga Komoditas Ekspor Indonesia dan Depresiasi Rupiah
Data Investasi, Insentif, serta Kawasan Ekonomi Khusus Perkebunan Sawit 2010-2015
Data Luas Lahan Sawit, Produksi, serta Ekspor CPO 2009-2015
Data dan Analisis Industri Elektronik Menghadapi ASEAN Community
Data dan Analisis Industri Pakan Ternak dan Perunggasan 2007-2017
Data dan Analisis Industri Baja Periode 2000-2014
Data Investasi Baru, Kapasitas, serta Tren Penjualan Semen 2013-2017
Data Market Insight Private Equity di Asia Tenggara
Data Hilirisasi Industri Sawit, dari Regulasi hingga Persebaran Investasi
Data Sumberdaya Batubara, Tren Harga, serta Biaya Produksi per Ton
Data Industri Semen di Asia Tenggara, Pangsa Pemain, dan Pertumbuhan Pasar
Data Industri Properti dan Perbandingan Harga di Indonesia
Data Industri Perbankan, Reksadana, Asuransi, dan Multifinance di Indonesia
Data Industri Televisi Berlangganan di Indonesia
Data Industri Media dan Belanja Iklan di Indonesia
Data Industri Angkutan Darat (Taksi) di Indonesia
Data Tingkat Kepemilikan dan Minat Beli Mobil di Indonesia
Data Energi Terbarukan (Sawit dan Biofuel) Indonesia
Data Perkebunan Sawit dan Produsen Hilir Terbesar Dunia
Data Outlook Pasar Minyak Nabati China
Data Perubahan Iklim Terkait Sektor Perkebunan di Indonesia
Data Outlook Sektor Transportasi dan Logistik 2014-2018
Data Pasokan dan Permintaan Batubara Termal Global
Data Pasar Minimarket dan Restoran Cepat Saji di Indonesia
Data Produksi, Defisit Pasokan, serta Harga Timah
Data Penjualan Per Merek Mobil
Data dan Analisis Outlook Industri Otomotif
Data dan Analisis Penjualan Motor dan Mobil (LCGC)
Data Strategi Pengembangan Sawit dan Batubara di Indonesia
Data Industri Perkapalan Indonesia
Data Penjualan Mobil Per Segmen Kendaraan
Data Produksi, Ekspor, dan Investasi 15 Komoditas Utama Indonesia
Data Komprehensif Industri Otomotif dan Kebijakan Pemerintah
Data Tren Harga dan Produksi Minyak Nabati Utama
Data Keseimbangan Pasokan-Kebutuhan Sawit dan Dampaknya ke Harga
Data Komprehensif Industri Biofuels dan Produk Hilir CPO
Data Industri Petrokimia, Kimia Dasar, dan Logam Dasar
Data Daya Saing Industri Indonesia di Asean Community 2015
Data Prospek Investasi dan Kebutuhan Lahan Kawasan Industri
Data Industri Makanan-Minuman dan Program Hilirisasi
Data Komprehensif Sasaran, Fokus, dan Kinerja Industri Pengolahan
Data Komprehensif Industri Baja di Indonesia
Data Peranan Industri Sawit sebagai Penghasil Devisa Ekspor
Data Daya Saing Industri dilihat dari Sistem Logistik Nasional
Data Segmentasi dan Jumlah Konsumen Kelas Menengah di Indonesia (2012-2030)
Data Industri Batubata (Brick) di Indonesia dan Malaysia
Data Investasi Infrastruktur, Proyek Pembangunan Pelabuhan, Jalan, Bandara, Kereta Api di Indonesia
Data Masterplan Konektivitas Nasional (2010-2030)
Data Konsumsi dan Impor Susu di Indonesia (periode lima tahun terakhir)
Data Komparasi Konsumsi Semen dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (10 tahun terakhir)
Data Produksi dan Ekspor-Impor Industri Aneka
Data Komprehensif Industri Farmasi Indonesia (Periode Lima Tahun Terakhir)
Data Komprehensif Sistem Logistik Nasional (Sislognas) Indonesia
Data Komprehensif Industri Tekstil Indonesia (periode tiga tahun terakhir)
Data Top 20 Produsen Obat Generik di Indonesia
Data Pasar Kosmetik Indonesia (periode empat tahun terakhir)
Data Volume dan Nilai Ekspor CPO, Tarif Bea Keluar, HPE
Data Omzet dan Top 10 Player Industri Makanan-Minuman
Data Pasar Alat Kesehatan di Asia Pasifik
Data Produksi dan Utilisasi 4 Produsen Kertas Terbesar di Indonesia
Data Pangsa Pasar Top 10 Perusahaan Benang dan Serat
Data Industri Alat Musik, Mainan, dan Perhiasan
Data Permintaan Baja di Indonesia (sepuluh tahun terakhir)
Strategi Ekspansi dan Kapasitas Produksi BUMN Semen Terbesar
Data Produksi Gula, Tebu, dan Area Lahan
Data Buyer Agent Tekstil Terbesar dan Representative Office di Indonesia
Data Jumlah Kendaraan Bermotor, dan Panjang Jalan di Indonesia
Data Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Jenis
Data Pangsa Pasar Lima Produsen Ban di Indonesia
Data Produksi dan Ekspor-Impor Industri Aneka
Data Penjualan dan Pangsa Pasar 4 Perusahaan Rokok Terbesar
Data Pasar Farmasi di Asia Pasifik
Data Belanja Alat Kesehatan di Indonesia
Data Kapasitas dan Utilisasi Industri Aneka
Kajian Komprehensif Tiga Pemimpin Pasar Semen Indonesia
Kajian Komprehensif Industri Kertas di Indonesia
Data Produksi dan Pangsa Pasar 4 Pemimpin Pasar Baja Canai Panas (HRC)
Namun, di Indonesia sering terjadi pencarian data, analisis, dan riset sulit dilakukan karena terbatasnya akses informasi, ruang publik, ekosistem yang belum berkembang, serta ketiadaan forum/ajang interaksi jual-beli data. Karena itu, tidak heran, harga (nilai) sebuah data dapat melambung tinggi karena keterbatasan pasokan, sementara kebutuhan tergolong tinggi.
Duniaindustri.com memperkenalkan fitur terbaru yakni download database industri aktual. Lebih dari 100 database industri dari berbagai sektor industri manufaktur (tekstil, agro, kimia, makanan-minuman, elektronik, farmasi, otomotif, rokok, semen, perkapalan, dan lainnya), komoditas, pertanian, perkebunan, sumber daya mineral, logistik, infrastruktur, properti, perbankan, reksadana, media, consumer, hingga makro-ekonomi.
Duniaindustri.com memberikan diskon paket pembelian data industri 30%-50% dengan menjadi member tahunan. Segera hubungi kami untuk kebutuhan data industri, analisis, riset, kajian, dan market research lainnya.
Database industri sangat bermanfaat bagi perusahaan maupun perorangan, investor, pemangku kebijakan, direksi perusahaan, marketer, lembaga pemerintahan, institusi asing, lembaga pembiayaan, mahasiswa, dan lainnya.
Duniaindustri.com menyediakan indeks data industri yang bisa didownload user untuk memberikan gambaran atau acuan perkembangan sektor industri tertentu. Saat ini duniaindustri.com menghimpun lebih dari 1000 ukm dan lebih dari 10.000 basis user baik secara perorangan maupun perusahaan, serta industrial agent dari 10 negara di dunia, seperti Korea Selatan, Jepang, Eropa, Dubai.
Indeks Data Industri yang bisa didownload:
Riset Industri Manufaktur; Peluang Investasi dan Basis Produksi 2015-2019
Riset Peluang Kerjasama Pemerintah dan Swasta di Proyek Infrastruktur 2015-2019
Riset Tren Produksi Oleokimia dan Biodiesel 2011-2017
Riset Persaingan Brand Rokok di Indonesia 2014-2016
Riset Komprehensif Industri Baja 2007-2017
Riset Peta Persaingan Industri Semen 2015-2017
Data dan Analisis Industri Oli Pelumas 2007-2016
Riset Komprehensif Industri Susu Olahan 2013-2016
Data dan Outlook Industri Susu & Teh Siap Minum 2013-2016
Data dan Outlook Industri Farmasi 2010-2019
Data dan Outlook Industri Batubara 2011-2030
Data dan Outlook Industri Semen 2003-2019
Data dan Outlook Industri Rokok 2005-2016
Data dan Outlook Industri Petrokimia 2009-2016
Data dan Outlook Transportasi, Logistik, dan Infrastruktur 2009-2019
Data Industri Minimarket, Supermarket, Hypermarket, dan Modern Trade di Indonesia 2012-2015
Data dan Outlook Industri Oleokimia dan Biodiesel 2015-2016
Data dan Outlook Industri Consumer Goods 2016
Tren Fashion dan Data Industri Tekstil
Data industri sepeda motor dan velg motor di Indonesia
Outlook Industri Otomotif 2016-2018
Outlook Industri CPO 2016
Data Pasar Surat Utang di Indonesia dan ASEAN
Data Kejatuhan Harga Komoditas Ekspor Indonesia dan Depresiasi Rupiah
Data Investasi, Insentif, serta Kawasan Ekonomi Khusus Perkebunan Sawit 2010-2015
Data Luas Lahan Sawit, Produksi, serta Ekspor CPO 2009-2015
Data dan Analisis Industri Elektronik Menghadapi ASEAN Community
Data dan Analisis Industri Pakan Ternak dan Perunggasan 2007-2017
Data dan Analisis Industri Baja Periode 2000-2014
Data Investasi Baru, Kapasitas, serta Tren Penjualan Semen 2013-2017
Data Market Insight Private Equity di Asia Tenggara
Data Hilirisasi Industri Sawit, dari Regulasi hingga Persebaran Investasi
Data Sumberdaya Batubara, Tren Harga, serta Biaya Produksi per Ton
Data Industri Semen di Asia Tenggara, Pangsa Pemain, dan Pertumbuhan Pasar
Data Industri Properti dan Perbandingan Harga di Indonesia
Data Industri Perbankan, Reksadana, Asuransi, dan Multifinance di Indonesia
Data Industri Televisi Berlangganan di Indonesia
Data Industri Media dan Belanja Iklan di Indonesia
Data Industri Angkutan Darat (Taksi) di Indonesia
Data Tingkat Kepemilikan dan Minat Beli Mobil di Indonesia
Data Energi Terbarukan (Sawit dan Biofuel) Indonesia
Data Perkebunan Sawit dan Produsen Hilir Terbesar Dunia
Data Outlook Pasar Minyak Nabati China
Data Perubahan Iklim Terkait Sektor Perkebunan di Indonesia
Data Outlook Sektor Transportasi dan Logistik 2014-2018
Data Pasokan dan Permintaan Batubara Termal Global
Data Pasar Minimarket dan Restoran Cepat Saji di Indonesia
Data Produksi, Defisit Pasokan, serta Harga Timah
Data Penjualan Per Merek Mobil
Data dan Analisis Outlook Industri Otomotif
Data dan Analisis Penjualan Motor dan Mobil (LCGC)
Data Strategi Pengembangan Sawit dan Batubara di Indonesia
Data Industri Perkapalan Indonesia
Data Penjualan Mobil Per Segmen Kendaraan
Data Produksi, Ekspor, dan Investasi 15 Komoditas Utama Indonesia
Data Komprehensif Industri Otomotif dan Kebijakan Pemerintah
Data Tren Harga dan Produksi Minyak Nabati Utama
Data Keseimbangan Pasokan-Kebutuhan Sawit dan Dampaknya ke Harga
Data Komprehensif Industri Biofuels dan Produk Hilir CPO
Data Industri Petrokimia, Kimia Dasar, dan Logam Dasar
Data Daya Saing Industri Indonesia di Asean Community 2015
Data Prospek Investasi dan Kebutuhan Lahan Kawasan Industri
Data Industri Makanan-Minuman dan Program Hilirisasi
Data Komprehensif Sasaran, Fokus, dan Kinerja Industri Pengolahan
Data Komprehensif Industri Baja di Indonesia
Data Peranan Industri Sawit sebagai Penghasil Devisa Ekspor
Data Daya Saing Industri dilihat dari Sistem Logistik Nasional
Data Segmentasi dan Jumlah Konsumen Kelas Menengah di Indonesia (2012-2030)
Data Industri Batubata (Brick) di Indonesia dan Malaysia
Data Investasi Infrastruktur, Proyek Pembangunan Pelabuhan, Jalan, Bandara, Kereta Api di Indonesia
Data Masterplan Konektivitas Nasional (2010-2030)
Data Konsumsi dan Impor Susu di Indonesia (periode lima tahun terakhir)
Data Komparasi Konsumsi Semen dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (10 tahun terakhir)
Data Produksi dan Ekspor-Impor Industri Aneka
Data Komprehensif Industri Farmasi Indonesia (Periode Lima Tahun Terakhir)
Data Komprehensif Sistem Logistik Nasional (Sislognas) Indonesia
Data Komprehensif Industri Tekstil Indonesia (periode tiga tahun terakhir)
Data Top 20 Produsen Obat Generik di Indonesia
Data Pasar Kosmetik Indonesia (periode empat tahun terakhir)
Data Volume dan Nilai Ekspor CPO, Tarif Bea Keluar, HPE
Data Omzet dan Top 10 Player Industri Makanan-Minuman
Data Pasar Alat Kesehatan di Asia Pasifik
Data Produksi dan Utilisasi 4 Produsen Kertas Terbesar di Indonesia
Data Pangsa Pasar Top 10 Perusahaan Benang dan Serat
Data Industri Alat Musik, Mainan, dan Perhiasan
Data Permintaan Baja di Indonesia (sepuluh tahun terakhir)
Strategi Ekspansi dan Kapasitas Produksi BUMN Semen Terbesar
Data Produksi Gula, Tebu, dan Area Lahan
Data Buyer Agent Tekstil Terbesar dan Representative Office di Indonesia
Data Jumlah Kendaraan Bermotor, dan Panjang Jalan di Indonesia
Data Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Jenis
Data Pangsa Pasar Lima Produsen Ban di Indonesia
Data Produksi dan Ekspor-Impor Industri Aneka
Data Penjualan dan Pangsa Pasar 4 Perusahaan Rokok Terbesar
Data Pasar Farmasi di Asia Pasifik
Data Belanja Alat Kesehatan di Indonesia
Data Kapasitas dan Utilisasi Industri Aneka
Kajian Komprehensif Tiga Pemimpin Pasar Semen Indonesia
Kajian Komprehensif Industri Kertas di Indonesia
Data Produksi dan Pangsa Pasar 4 Pemimpin Pasar Baja Canai Panas (HRC)
Inilah Tren Persaingan Merek Motor di Kuartal I 2016
Tren penjualan motor pada kuartal I 2016 masih melemah dibanding periode yang sama 2015, meski terjadi kenaikan permintaan secara bulanan. Pada kuartal I 2016, penjualan motor secara nasional turun 6,9% menjadi 1.504.468 unit dibanding periode yang sama 2015 sebesar 1.616.076 unit, menurut data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI).
Meski demikian, terjadi peningkatan permintaan (demand) motor secara bulanan pada 2016 yang mengindikasikan tren positif sepanjang tiga bulan pertama tahun ini. Penjualan motor pada Maret 2016 sebanyak 563.341 unit, lebih tinggi dibanding Februari 2016 (524.864 unit), dan Januari 2016 (416.263 unit).
Penjualan motor pada Maret 2016 juga tumbuh 3,1% secara tahunan, dibandingkan bulan sama 2015 sebanyak 546.169 unit. Ini merupakan pertumbuhan pertama dalam 12 bulan terakhir.
Penjualan motor Honda melesat 21% menjadi 440.171 unit pada Maret 2016, di atas pasar yang hanya 3,1% menjadi 563.341 unit. Tak ayal lagi, pangsa pasar motor Honda melompat dari 69% pada Februari 2016 menjadi 78% pada Maret lalu.
Itu artinya, merek lain seperti Yamaha, Suzuki, Kawasaki, dan TVS cuma kebagian pangsa pasar 22%. Pangsa pasar empat merek itu terus melemah digerus Honda.
Penjualan motor Honda terus meningkat lantaran model skutik bulan lalu terjual sebanyak 377.274 unit atau menguasai 82,7% pasar skutik nasional. BeAT eSP menyumbangkan penjualan terbanyak, sebanyak 193.147 unit, diikuti Vario eSP 140.054 unit, Scoopy eSP sebanyak 42.778 unit, Honda Spacy 686 unit, dan Honda PCX 608 unit.
Sementara, penjualan motor bebek Honda bulan lalu mencapai 42.399 unit dengan pangsa pasar 73,6% di segmen bebek nasional. Pada segmen ini, Honda Revo series memberikan kontribusi terbanyak yaitu 19.331 unit, Supra series 16.359 unit, Sonic 150R 3.899 unit, dan Blade 2.810 unit.
“Di tengah kondisi pasar yang belum begitu stabil, Honda mampu bertahan dengan mencatatkan penjualan positif dibandingkan bulan sebelumnya. Kami berharap peningkatan ini menjadi awal dari rebound-nya pasar motor nasional,” ujar General Manager Sales Division PT Astra Honda Motor (AHM) Thomas Wijaya.
Jumlah populasi sepeda motor di Indonesia hingga akhir 2015 diperkirakan mencapai 93,25 juta unit, menurut riset dan kompilasi data duniaindustri.com. Tingginya jumlah populasi sepeda motor tersebut sejalan dengan tingkat rasio kepemilikan yang mencapai 140 unit per 1.000 penduduk.
Jumlah tersebut merupakan hasil penambahan penjualan tahun ini yang diperkirakan sekitar 6,5 juta unit hingga 7 juta unit dengan total populasi menurut data Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan data terbaru, Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat, ada 86,253 juta unit sepeda motor di seluruh Indonesia pada April 2014, naik 11% dari tahun sebelumnya 77,755 juta unit.
Penetrasi motor di Indonesia atau biasa dikenal rasio kepemilikan motor banding jumlah penduduk mencapai 140 unit motor dari 1.000 penduduk.(*)
Sumber: di sini
Meski demikian, terjadi peningkatan permintaan (demand) motor secara bulanan pada 2016 yang mengindikasikan tren positif sepanjang tiga bulan pertama tahun ini. Penjualan motor pada Maret 2016 sebanyak 563.341 unit, lebih tinggi dibanding Februari 2016 (524.864 unit), dan Januari 2016 (416.263 unit).
Penjualan motor pada Maret 2016 juga tumbuh 3,1% secara tahunan, dibandingkan bulan sama 2015 sebanyak 546.169 unit. Ini merupakan pertumbuhan pertama dalam 12 bulan terakhir.
Penjualan motor Honda melesat 21% menjadi 440.171 unit pada Maret 2016, di atas pasar yang hanya 3,1% menjadi 563.341 unit. Tak ayal lagi, pangsa pasar motor Honda melompat dari 69% pada Februari 2016 menjadi 78% pada Maret lalu.
Itu artinya, merek lain seperti Yamaha, Suzuki, Kawasaki, dan TVS cuma kebagian pangsa pasar 22%. Pangsa pasar empat merek itu terus melemah digerus Honda.
Penjualan motor Honda terus meningkat lantaran model skutik bulan lalu terjual sebanyak 377.274 unit atau menguasai 82,7% pasar skutik nasional. BeAT eSP menyumbangkan penjualan terbanyak, sebanyak 193.147 unit, diikuti Vario eSP 140.054 unit, Scoopy eSP sebanyak 42.778 unit, Honda Spacy 686 unit, dan Honda PCX 608 unit.
Sementara, penjualan motor bebek Honda bulan lalu mencapai 42.399 unit dengan pangsa pasar 73,6% di segmen bebek nasional. Pada segmen ini, Honda Revo series memberikan kontribusi terbanyak yaitu 19.331 unit, Supra series 16.359 unit, Sonic 150R 3.899 unit, dan Blade 2.810 unit.
“Di tengah kondisi pasar yang belum begitu stabil, Honda mampu bertahan dengan mencatatkan penjualan positif dibandingkan bulan sebelumnya. Kami berharap peningkatan ini menjadi awal dari rebound-nya pasar motor nasional,” ujar General Manager Sales Division PT Astra Honda Motor (AHM) Thomas Wijaya.
Jumlah populasi sepeda motor di Indonesia hingga akhir 2015 diperkirakan mencapai 93,25 juta unit, menurut riset dan kompilasi data duniaindustri.com. Tingginya jumlah populasi sepeda motor tersebut sejalan dengan tingkat rasio kepemilikan yang mencapai 140 unit per 1.000 penduduk.
Jumlah tersebut merupakan hasil penambahan penjualan tahun ini yang diperkirakan sekitar 6,5 juta unit hingga 7 juta unit dengan total populasi menurut data Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan data terbaru, Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat, ada 86,253 juta unit sepeda motor di seluruh Indonesia pada April 2014, naik 11% dari tahun sebelumnya 77,755 juta unit.
Penetrasi motor di Indonesia atau biasa dikenal rasio kepemilikan motor banding jumlah penduduk mencapai 140 unit motor dari 1.000 penduduk.(*)
Sumber: di sini
Senin, 11 April 2016
Mengulas Industri Manufaktur, Peluang Investasi dan Basis Produksi
Riset Industri Manufaktur; Peluang Investasi dan Basis Produksi 2015-2019 ini menampilkan data, outlook, kajian, analisis, dan riset terkait seluruh informasi mengenai industri manufaktur di Indonesia, mulai dari tren perkembangan termutakhir, kontribusi manufaktur terhadap perekonomian nasional, rekam jejak kontribusi manufaktur, target pertumbuhan, peringkat kemudahan berbisnis, perbaikan birokrasi dan perizinan, realisasi investasi manufaktur dan target ke depan, serta industri manufaktur prioritas, dan tren ekspor 10 produk utama di industri manufaktur.
Riset ini dimulai dari informasi umum terkait perkembangan Indonesia, mulai dari proyeksi pertumbuhan ekonomi periode 2014-2019, jumlah penduduk, segmentasi penduduk/konsumen, dan peluang pasar di Indonesia (halaman 2-3). Pada halaman 4-5, dipaparkan tren industri manufaktur termutakhir, mulai dari pengaruh perlambatan perekonomian nasional serta fluktuasi kurs nilai mata uang terhadap pertumbuhan industri manufaktur, hingga upaya pemerintah mendorong sektor ini.
Selanjutnya, ditampilkan chart (tabel) pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha 2013-2015 (halaman 6). Selain itu, dipaparkan pertumbuhan dan distribusi beberapa lapangan usaha seperti informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, serta jasa lainnya (halaman 7). Di halaman 9, ditampilkan secara eksklusif tren kontribusi sektor industri terhadap perekonomian nasional periode 2001-2015, realisasi dan target pertumbuhan manufaktur 2015-2019 (halaman 10), serta peringkat kemudahan berbisnis pada 2016 (halaman 11).
Di halaman 12, ditampilkan perbaikan kemudahan berbisnis di Indonesia dengan berbagai indikator, mulai dari memulai usaha, perizinan, pendaftaran properti, penyambungan listrik, pembayaran pajak, penegakan kontrak, dan penyelesaian perkara kepailitan. Pada halaman 13-14-15 dijabarkan terkait tren investasi manufaktur (realisasi dan target) serta sebaran investasi berdasarkan wilayah periode 2015-2019.
Pada halaman 16-17, ditampilkan sektor industri prioritas yang mencakup ketenagalistrikan, industri padat karya, substitusi impor, orientasi ekspor, dan lainnya lengkap dengan subsektor terkait. Di halaman 18, dijabarkan tren ekspor 10 produk utama manufaktur Indonesia periode 2009-2013 serta target 2019. Di halaman 19, ditampilkan komitmen investasi asing (penanaman modal asing/PMA) hingga 2016.
Riset ini dilengkapi secara eksklusif terkait pemberian insentif bagi industri manufaktur periode September 2015-Maret 2016 dalam 11 paket yang ditetapkan pemerintah. Rekapitulasi insentif itu ditampilkan dalam riset ini di halaman 20-27. Selain itu, ditampilkan berbagai infrastruktur pendukung industri yang ditargetkan dapat menunjang pertumbuhan manufaktur hingga 2030.
Riset sebanyak 41 halaman ini berasal dari BPS, Kementerian Perindustrian, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Perhubungan, dan diolah duniaindustri.com.
Download database industri merupakan fitur terbaru di duniaindustri.com yang menampilkan puluhan data pilihan sesuai kebutuhan users. Seluruh data disajikan dalam bentuk pdf sehingga mudah didownload setelah users melakukan proses sesuai prosedur, yakni klik beli (purchase), klik checkout, dan isi form. Duniaindustri.com mengutamakan keabsahan dan validitas sumber data yang disajikan. Terima kasih atas kepercayaan Anda kepada duniaindustri.com.(*)
Sumber: di sini
Riset ini dimulai dari informasi umum terkait perkembangan Indonesia, mulai dari proyeksi pertumbuhan ekonomi periode 2014-2019, jumlah penduduk, segmentasi penduduk/konsumen, dan peluang pasar di Indonesia (halaman 2-3). Pada halaman 4-5, dipaparkan tren industri manufaktur termutakhir, mulai dari pengaruh perlambatan perekonomian nasional serta fluktuasi kurs nilai mata uang terhadap pertumbuhan industri manufaktur, hingga upaya pemerintah mendorong sektor ini.
Selanjutnya, ditampilkan chart (tabel) pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha 2013-2015 (halaman 6). Selain itu, dipaparkan pertumbuhan dan distribusi beberapa lapangan usaha seperti informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, serta jasa lainnya (halaman 7). Di halaman 9, ditampilkan secara eksklusif tren kontribusi sektor industri terhadap perekonomian nasional periode 2001-2015, realisasi dan target pertumbuhan manufaktur 2015-2019 (halaman 10), serta peringkat kemudahan berbisnis pada 2016 (halaman 11).
Di halaman 12, ditampilkan perbaikan kemudahan berbisnis di Indonesia dengan berbagai indikator, mulai dari memulai usaha, perizinan, pendaftaran properti, penyambungan listrik, pembayaran pajak, penegakan kontrak, dan penyelesaian perkara kepailitan. Pada halaman 13-14-15 dijabarkan terkait tren investasi manufaktur (realisasi dan target) serta sebaran investasi berdasarkan wilayah periode 2015-2019.
Pada halaman 16-17, ditampilkan sektor industri prioritas yang mencakup ketenagalistrikan, industri padat karya, substitusi impor, orientasi ekspor, dan lainnya lengkap dengan subsektor terkait. Di halaman 18, dijabarkan tren ekspor 10 produk utama manufaktur Indonesia periode 2009-2013 serta target 2019. Di halaman 19, ditampilkan komitmen investasi asing (penanaman modal asing/PMA) hingga 2016.
Riset ini dilengkapi secara eksklusif terkait pemberian insentif bagi industri manufaktur periode September 2015-Maret 2016 dalam 11 paket yang ditetapkan pemerintah. Rekapitulasi insentif itu ditampilkan dalam riset ini di halaman 20-27. Selain itu, ditampilkan berbagai infrastruktur pendukung industri yang ditargetkan dapat menunjang pertumbuhan manufaktur hingga 2030.
Riset sebanyak 41 halaman ini berasal dari BPS, Kementerian Perindustrian, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Perhubungan, dan diolah duniaindustri.com.
Download database industri merupakan fitur terbaru di duniaindustri.com yang menampilkan puluhan data pilihan sesuai kebutuhan users. Seluruh data disajikan dalam bentuk pdf sehingga mudah didownload setelah users melakukan proses sesuai prosedur, yakni klik beli (purchase), klik checkout, dan isi form. Duniaindustri.com mengutamakan keabsahan dan validitas sumber data yang disajikan. Terima kasih atas kepercayaan Anda kepada duniaindustri.com.(*)
Sumber: di sini
Minggu, 10 April 2016
Hati-hati, Harga Baja Naik 42% dalam Empat Bulan Terakhir
Kenaikan harga baja dunia tampaknya tidak terbendung setelah pada April 2016 harga komoditas ini meroket 15% menjadi US$ 415-US$ 425 per ton dibanding Maret tahun ini di posisi US$ 360-US$ 370 per ton. Kenaikan harga yang signifikan tersebut membuat posisi harga baja pada April 2016 sama seperti bulan April tahun lalu, mengindikasikan proses rebound harga telah terbentuk secara lengkap.
Hal itu terlihat dalam riset duniaindustri.com berdasarkan data Middle East Steel untuk harga baja dengan patokan HRC ukuran >=2 milimeter dari China. Kenaikan harga baja dunia telah berlangsung sedikitnya tiga bulan terakhir pada awal 2016, menandakan penguatan permintaan seiring pemulihan ekonomi global.
Harga baja dunia telah melalui level terendah pada akhir 2015 di kisaran US$ 300-310 per ton, tepatnya pada Desember 2015. Setelah itu, harga baja dunia secara berangsung tapi pasti menunjukkan kenaikan.
Pada akhir 2015, harga baja dunia sempat bergejolak di tataran terendah sebelum akhirnya jatuh kembali pada Desember 2015. Pada November 2015, harga baja terutama HRC impor kembali turun ke level US$ 317 per ton, anjlok 12% dibanding September 2015 di posisi US$ 360 per ton. Menurut data duniaindustri.com yang dikompilasi dari beberapa produsen, harga baja HRC lokal dan HRC impor anjlok cukup dalam sejak awal 2015.
Pada Januari 2015, HRC impor berada di posisi US$ 553 per ton dan terus turun menjadi US$ 409 per ton pada Juli 2015, sebelum akhirnya turun hingga dasar pada Desember 2015. Sementara harga HRC lokal juga menunjukkan tren yang sama. Harga HRC lokal pada Januari 2015 berada di level Rp 7.350 per kilogram, dan kemudian turun hingga Rp 6.700 per kg pada Mei 2015, sebelum akhirnya turun lagi ke posisi Rp 5.700 per kilogram pada November 2015.
Penurunan harga HRC mempengaruhi harga produk hilir baja seperti pipa baja. Harga pipa baja pada Januari 2015 mencapai Rp 9.482 per kg dan turun terus menjadi Rp 8.126 per kg pada November 2015.
Harga baja dunia terus melemah seiring minimnya sentimen perbaikan harga komoditas di pasar internasional. Penurunan harga yang terus berlanjut masih disebabkan oleh rendahnya harga komoditas di pasar internasional, perbaikan ekonomi global yang belum signifikan, serta kelebihan pasokan baja di China sebagai produsen terbesar dunia. Sementara konsumsi baja global melambat seiring perlambatan perekonomian dunia.
Di China sendiri, perlambatan perekonomian negeri ini dalam lima tahun terakhir menjadi 7,4% pada 2014 telah memangkas konsumsi baja sebesar 6,62% menjadi 54,34 juta ton tahun lalu. Padahal, produksi baja China tetap tumbuh 1,52% menjadi 63,3 juta ton pada periode yang sama.
Dampaknya, China mengalami kelebihan pasokan sekitar 8,96 juta ton pada 2014, lebih tinggi dibanding posisi 2013 sebesar 4,16 juta ton. Kelebihan pasokan dari China itu kemudian diekspor dan berpotensi membanjiri pasar di Asia, terutama negara dengan aktivitas infrastruktur tinggi seperti Indonesia.(*)
Sumber: di sini
Hal itu terlihat dalam riset duniaindustri.com berdasarkan data Middle East Steel untuk harga baja dengan patokan HRC ukuran >=2 milimeter dari China. Kenaikan harga baja dunia telah berlangsung sedikitnya tiga bulan terakhir pada awal 2016, menandakan penguatan permintaan seiring pemulihan ekonomi global.
Kenaikan harga yang cukup tajam pada April 2016 akan memulihkan kepercayaan pelaku industri baja di dunia bahwa permintaan terus menguat sehingga mendorong harga ke atas. Dalam empat bulan terakhir sejak level terendah, harga baja dunia telah naik sekitar 42% ke level US$ 415-US$ 425 per ton.
Harga baja dunia telah melalui level terendah pada akhir 2015 di kisaran US$ 300-310 per ton, tepatnya pada Desember 2015. Setelah itu, harga baja dunia secara berangsung tapi pasti menunjukkan kenaikan.
Pada akhir 2015, harga baja dunia sempat bergejolak di tataran terendah sebelum akhirnya jatuh kembali pada Desember 2015. Pada November 2015, harga baja terutama HRC impor kembali turun ke level US$ 317 per ton, anjlok 12% dibanding September 2015 di posisi US$ 360 per ton. Menurut data duniaindustri.com yang dikompilasi dari beberapa produsen, harga baja HRC lokal dan HRC impor anjlok cukup dalam sejak awal 2015.
Pada Januari 2015, HRC impor berada di posisi US$ 553 per ton dan terus turun menjadi US$ 409 per ton pada Juli 2015, sebelum akhirnya turun hingga dasar pada Desember 2015. Sementara harga HRC lokal juga menunjukkan tren yang sama. Harga HRC lokal pada Januari 2015 berada di level Rp 7.350 per kilogram, dan kemudian turun hingga Rp 6.700 per kg pada Mei 2015, sebelum akhirnya turun lagi ke posisi Rp 5.700 per kilogram pada November 2015.
Penurunan harga HRC mempengaruhi harga produk hilir baja seperti pipa baja. Harga pipa baja pada Januari 2015 mencapai Rp 9.482 per kg dan turun terus menjadi Rp 8.126 per kg pada November 2015.
Harga baja dunia terus melemah seiring minimnya sentimen perbaikan harga komoditas di pasar internasional. Penurunan harga yang terus berlanjut masih disebabkan oleh rendahnya harga komoditas di pasar internasional, perbaikan ekonomi global yang belum signifikan, serta kelebihan pasokan baja di China sebagai produsen terbesar dunia. Sementara konsumsi baja global melambat seiring perlambatan perekonomian dunia.
Di China sendiri, perlambatan perekonomian negeri ini dalam lima tahun terakhir menjadi 7,4% pada 2014 telah memangkas konsumsi baja sebesar 6,62% menjadi 54,34 juta ton tahun lalu. Padahal, produksi baja China tetap tumbuh 1,52% menjadi 63,3 juta ton pada periode yang sama.
Dampaknya, China mengalami kelebihan pasokan sekitar 8,96 juta ton pada 2014, lebih tinggi dibanding posisi 2013 sebesar 4,16 juta ton. Kelebihan pasokan dari China itu kemudian diekspor dan berpotensi membanjiri pasar di Asia, terutama negara dengan aktivitas infrastruktur tinggi seperti Indonesia.(*)
Sumber: di sini
Jumat, 08 April 2016
Inilah Pusat Keuangan Terbesar Ketiga Dunia
Mau tahu pusat keuangan dunia berada di mana? Ternyata kota tersibuk di dunia sangat kental dengan pusat keuangan dunia. Simak ceritanya di bawah ini.
Singapura menggeser posisi Hongkong sebagai pusat keuangan terbesar ketiga di dunia, berdasarkan survei lembaga riset yang berbasis di London, Z/Yen Group. Peringkat negara kecil di Asia Tenggara itu berada di bawah London dan New York, serta dua poin di atas Hong Kong dalam laporan Indeks Pusat Keuangan Global, yang dipublikasikan website perusahaan tersebut.
Indeks tersebut, yang memiliki skala seribu poin, didasarkan pada survei terhadap 2.520 jasa keuangan professional, menurut Z/Yen Group. Peringkat tersebut merefleksikan bidang kompetitif utama seperti lingkungan bisnis, pengembangan sektor keuangan dan infrastruktur dari 86 kota di seluruh dunia yang di-cover dalam survei itu.
Sementara, Tokyo menempati posisi kelima dan Zurich setingkat di bawahnya, menurut indeks tersebut. Z/Yen Group kali pertama mempublikasikan survei ini pada Maret 2007.
Data resmi terbaru menyebutkan, Singapura tertinggal dari Hong Kong dalam hal total dana kelolaan. Aset yang dimiliki industri pengelolaan dana Singapura melonjak 30 persen menjadi S$2,36 triliun (US$1,75 triliun) pada 2014, angka terakhir yang tersedia, menurut Monetary Authority of Singapore.
Sedangkan di Hong Kong mencapai HK$17,7 triliun (US$ 2,3 triliun) pada tahun itu, menurut Securities and Futures Commission setempat.
Pemodal Indonesia
Sementara itu, jumlah investor saham di Indonesia sepanjang 2015 mengalami pertumbuhan 19% dari 364.465 orang per akhir Desember 2014 menjadi 433.607 orang per 28 Desember 2015, menurut data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Kenaikan tersebut menjadi yang tertinggi sejak kewajiban penerapan kepemilikan single investor identification (SID) diterapkan di pasar modal pada 2012.
Direktur Utama KSEI Margeret M. Tang dalam siaran persnya menjelaskan, peningkatan jumlah investor tersebut merupakan hasil dari upaya yang telah dilakukan KSEI, dengan dukungan dan kerjasama yang baik dari OJK, BEI, KPEI, Perusahaan Efek, akademisi maupun emiten. Margaret menambahkan, program kerjasama dengan perusahaan efek dan emiten serta akademisi akan kembali digencarkan di tahun mendatang karena program seperti ini efektif menarik minat masyarakat untuk mengenal investasi di pasar modal. Program yang dijalankan mencakup pembukaan rekening efek yang dilanjutkan dengan sesi edukasi, khususnya mengenai Fasilitas AKSes.
Sejalan dengan peningkatan jumlah investor, KSEI selaku Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, melakukan serangkaian pengembangan infrastruktur untuk mendukung efisiensi bisnis operasional para pelaku di pasar modal. KSEI berhasil menyelesaikan salah satu milestone pasar modal Indonesia, yaitu fasilitas penyelesaian transaksi dana melalui sistem Bank Indonesia (BI-RTGS) yang memungkinkan Pemegang Rekening KSEI untuk melakukan penyelesaian dana secara lebih mudah dan cepat, karena menggunakan sistem bank sentral yang lebih terpusat.
Pengukuhan kerjasama untuk menambah jumlah Bank Administrator Rekening Dana Nasabah (Bank RDN) dari sebelumnya 6 bank menjadi 9 bank, termasuk bank syariah, merupakan langkah konkrit yang dilakukan KSEI untuk semakin mempermudah proses transaksi efek, sekaligus memperluas jaringan pasar modal dalam rangka menuju AKSes Financial Hub. “Apabila memang perlu dan memungkinkan, tidak tertutup kemungkinan jika KSEI akan menambah kembali jumlah bank RDN, agar sinergi pasar modal dan jaringan perbankan semakin luas, dimana kami harapkan kedepannya pembelian produk-produk pasar modal, seperti pembelian saham IPO dan reksadana dapat dilakukan melalui jaringan perbankan antara lain ATM, internet banking dan sebagainya,” kata Margeret.
Sinergi KSEI dengan infrastruktur Bank RDN ini dikembangkan melalui jaringan ATM, internet banking dan mobile banking, dengan demikian ke depannya investor dapat melakukan instruksi penarikan dana RDN, instruksi pembelian/penjualan unit penyertaan reksadana, pembelian IPO, dan lainnya.
Jumlah efek yang tercatat di C-BEST sampai dengan tanggal 28 Desember 2015 naik menjadi 1.335, dibanding tahun sebelumnya yaitu 1.249. Namun, total aset menurun 7% dibanding tahun sebelumnya, dari Rp 3.198,03 triliun menjadi Rp 2.984,76 triliun. Penurunan ini sejalan dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Walaupun terjadi penurunan aset, namun terjadi peningkatan frekuensi penyelesaian transaksi Efek dan instruksi harian.
Sampai dengan akhir tahun 2015, KSEI mencatat peningkatan frekuensi penyelesaian transaksi Efek sebesar 14% dari 3.100.600 (Januari – Desember 2014), dibandingkan dengan periode yang sama tahun ini yang mencapai 3.533.898 (Januari-28 Desember 2015). Rata-rata instruksi harian juga meningkat sekitar 14% dari 12.812 instruksi menjadi 14.543 (Januari-28 Desember 2015) instruksi dibanding periode yang sama tahun lalu.
Total saham yang tercatat di C-BEST sampai dengan tanggal 28 Desember 2015 masih didominasi kepemilikan investor asing. Secara presentasi, komposisi kepemilikan lokal maupun asing tidak mengalami perubahan namun secara nilai keduanya mengalami penurunan akibat penurunan IHSG. Investor lokal semakin mendominasi kepemilikan Obligasi Korporasi dan Sukuk.
Berdasarkan data yang tercatat di C-BEST per tanggal 28 Desember 2015, persentase kepemilikan investor lokal naik menjadi 93% dari sebelumnya 91%. Secara nilai, terdapat peningkatan baik pada kepemilikan investor asing maupun lokal.(*)
Sumber: di sini
Singapura menggeser posisi Hongkong sebagai pusat keuangan terbesar ketiga di dunia, berdasarkan survei lembaga riset yang berbasis di London, Z/Yen Group. Peringkat negara kecil di Asia Tenggara itu berada di bawah London dan New York, serta dua poin di atas Hong Kong dalam laporan Indeks Pusat Keuangan Global, yang dipublikasikan website perusahaan tersebut.
Indeks tersebut, yang memiliki skala seribu poin, didasarkan pada survei terhadap 2.520 jasa keuangan professional, menurut Z/Yen Group. Peringkat tersebut merefleksikan bidang kompetitif utama seperti lingkungan bisnis, pengembangan sektor keuangan dan infrastruktur dari 86 kota di seluruh dunia yang di-cover dalam survei itu.
Sementara, Tokyo menempati posisi kelima dan Zurich setingkat di bawahnya, menurut indeks tersebut. Z/Yen Group kali pertama mempublikasikan survei ini pada Maret 2007.
Data resmi terbaru menyebutkan, Singapura tertinggal dari Hong Kong dalam hal total dana kelolaan. Aset yang dimiliki industri pengelolaan dana Singapura melonjak 30 persen menjadi S$2,36 triliun (US$1,75 triliun) pada 2014, angka terakhir yang tersedia, menurut Monetary Authority of Singapore.
Sedangkan di Hong Kong mencapai HK$17,7 triliun (US$ 2,3 triliun) pada tahun itu, menurut Securities and Futures Commission setempat.
Pemodal Indonesia
Sementara itu, jumlah investor saham di Indonesia sepanjang 2015 mengalami pertumbuhan 19% dari 364.465 orang per akhir Desember 2014 menjadi 433.607 orang per 28 Desember 2015, menurut data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Kenaikan tersebut menjadi yang tertinggi sejak kewajiban penerapan kepemilikan single investor identification (SID) diterapkan di pasar modal pada 2012.
Direktur Utama KSEI Margeret M. Tang dalam siaran persnya menjelaskan, peningkatan jumlah investor tersebut merupakan hasil dari upaya yang telah dilakukan KSEI, dengan dukungan dan kerjasama yang baik dari OJK, BEI, KPEI, Perusahaan Efek, akademisi maupun emiten. Margaret menambahkan, program kerjasama dengan perusahaan efek dan emiten serta akademisi akan kembali digencarkan di tahun mendatang karena program seperti ini efektif menarik minat masyarakat untuk mengenal investasi di pasar modal. Program yang dijalankan mencakup pembukaan rekening efek yang dilanjutkan dengan sesi edukasi, khususnya mengenai Fasilitas AKSes.
Sejalan dengan peningkatan jumlah investor, KSEI selaku Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, melakukan serangkaian pengembangan infrastruktur untuk mendukung efisiensi bisnis operasional para pelaku di pasar modal. KSEI berhasil menyelesaikan salah satu milestone pasar modal Indonesia, yaitu fasilitas penyelesaian transaksi dana melalui sistem Bank Indonesia (BI-RTGS) yang memungkinkan Pemegang Rekening KSEI untuk melakukan penyelesaian dana secara lebih mudah dan cepat, karena menggunakan sistem bank sentral yang lebih terpusat.
Pengukuhan kerjasama untuk menambah jumlah Bank Administrator Rekening Dana Nasabah (Bank RDN) dari sebelumnya 6 bank menjadi 9 bank, termasuk bank syariah, merupakan langkah konkrit yang dilakukan KSEI untuk semakin mempermudah proses transaksi efek, sekaligus memperluas jaringan pasar modal dalam rangka menuju AKSes Financial Hub. “Apabila memang perlu dan memungkinkan, tidak tertutup kemungkinan jika KSEI akan menambah kembali jumlah bank RDN, agar sinergi pasar modal dan jaringan perbankan semakin luas, dimana kami harapkan kedepannya pembelian produk-produk pasar modal, seperti pembelian saham IPO dan reksadana dapat dilakukan melalui jaringan perbankan antara lain ATM, internet banking dan sebagainya,” kata Margeret.
Sinergi KSEI dengan infrastruktur Bank RDN ini dikembangkan melalui jaringan ATM, internet banking dan mobile banking, dengan demikian ke depannya investor dapat melakukan instruksi penarikan dana RDN, instruksi pembelian/penjualan unit penyertaan reksadana, pembelian IPO, dan lainnya.
Jumlah efek yang tercatat di C-BEST sampai dengan tanggal 28 Desember 2015 naik menjadi 1.335, dibanding tahun sebelumnya yaitu 1.249. Namun, total aset menurun 7% dibanding tahun sebelumnya, dari Rp 3.198,03 triliun menjadi Rp 2.984,76 triliun. Penurunan ini sejalan dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Walaupun terjadi penurunan aset, namun terjadi peningkatan frekuensi penyelesaian transaksi Efek dan instruksi harian.
Sampai dengan akhir tahun 2015, KSEI mencatat peningkatan frekuensi penyelesaian transaksi Efek sebesar 14% dari 3.100.600 (Januari – Desember 2014), dibandingkan dengan periode yang sama tahun ini yang mencapai 3.533.898 (Januari-28 Desember 2015). Rata-rata instruksi harian juga meningkat sekitar 14% dari 12.812 instruksi menjadi 14.543 (Januari-28 Desember 2015) instruksi dibanding periode yang sama tahun lalu.
Total saham yang tercatat di C-BEST sampai dengan tanggal 28 Desember 2015 masih didominasi kepemilikan investor asing. Secara presentasi, komposisi kepemilikan lokal maupun asing tidak mengalami perubahan namun secara nilai keduanya mengalami penurunan akibat penurunan IHSG. Investor lokal semakin mendominasi kepemilikan Obligasi Korporasi dan Sukuk.
Berdasarkan data yang tercatat di C-BEST per tanggal 28 Desember 2015, persentase kepemilikan investor lokal naik menjadi 93% dari sebelumnya 91%. Secara nilai, terdapat peningkatan baik pada kepemilikan investor asing maupun lokal.(*)
Sumber: di sini
Rabu, 06 April 2016
Ternyata Perusahaan Menara Telekomunikasi di Indonesia Tumbuh Paling Tinggi
Perusahaan menara telekomunikasi di Indonesia dan India dinilai paling berkembang di Asia. Menurut penilaian lembaga pemeringkat utang global Moody`s, perusahaan menara telekomunikasi di kedua negara tersebut diperkirakan menikmati pertumbuhan pendapatan 8%-10% secara tahunan dalam dua tahun ke depan.
"Kami perkirakan pertumbuhan berlanjut di kedua pasar (Indonesia dan India) seiring langkah operator telekomunikasi di kedua negara membangun dan memperkuat teknologi 3G dan 4G. Mereka (para operator) akan mencari menara untuk disewa dan sekaligus menjual menara yang mereka punya," kata analis Moody`s, Nidhi Dhruv, Selasa (5/4).
Dhruv menjelaskan, langkah merger dan akuisisi serta konsolidasi industri telekomunikasi di kedua negara masih memungkinkan dalam dua tiga tahun ke depan. Para operator akan menjual menara yang dimiliki dan menggunakan dana penjualan untuk belanja modal dan mengurangi utang. Dalam hitungan kasar, masih menguntungkan bagi operator untuk menyewa ketimbang memiliki menara sendiri.
Dalam sebuah laporan terbarunya, Moody mengatakan perusahaan menara India memiliki skala lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan perusahaan sejenis di Indonesia. India, yang memiliki populasi dan pelanggan mobile yang jauh lebih besar, memiliki lebih dari lima kali jumlah menara di Indonesia. Namun, operator menara di Indonesia dimiliki secara independen yang lebih umum, karena peraturan yang lebih mendukung.
"Berbeda dengan perusahaan Indonesia, perusahaan menara India memiliki metrik operasi kuat dan neraca tetapi profitabilitas yang lebih rendah," kata Dhruv.
Sementara itu, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), emiten menara telekomunikasi, melalui TBG Global Pte Ltd kembali menjajaki penerbitan surat utang (notes) hingga sebesar US$ 500 juta atau setara Rp 6,6 triliun tahun ini. Sebelumnya, perseroan sempat membatalkan rencana tersebut karena kondisi pasar yang tidak kondusif.
Direktur Keuangan Tower Bersama Helmy Yusman Santoso mengatakan, perseroan akan meminta persetujuan rencana penerbitan notes pada rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) pada 11 Mei 2016. Dengan persetujuan tersebut, perseroan bisa lebih cepat, jika ingin mengeksekusi penerbitan.
“Waktu persis rilisnya belum ditetapkan. Kami akan lihat terlebih dahulu kebutuhan dana ekspansi dan pelunasan (refinancing) utang. Notes ini bisa menjadi salah satu sumber pendanaan,” jelas Helmy.
Adapun notes US$ 500 juta akan jatuh tempo pada 2025. Bunga surat utang tersebut maksimal 8% per tahun. Penetapan bunga tersebut berdasarkan berlakunya tingkat suku bunga di pasar, yang merupakan beban bunga yang dapat mendukung kegiatan operasional perseroan. Pembayaran bunga akan dilakukan setiap enam bulan atau periode lain yang disetujui para pihak.
Skema transaksi penerbitan ini adalah TBG Global bakal menggunakan hasil penerbitan notes untuk pemberian pinjaman dan penyertaan modal pada Tower Bersama Singapore Pte Ltd (TBS). Selanjutnya, TBS akan memberikan fasilitas pinjaman antar perusahaan kepada Tower Bersama.(*)
Baca selengkapnya di sini
"Kami perkirakan pertumbuhan berlanjut di kedua pasar (Indonesia dan India) seiring langkah operator telekomunikasi di kedua negara membangun dan memperkuat teknologi 3G dan 4G. Mereka (para operator) akan mencari menara untuk disewa dan sekaligus menjual menara yang mereka punya," kata analis Moody`s, Nidhi Dhruv, Selasa (5/4).
Dhruv menjelaskan, langkah merger dan akuisisi serta konsolidasi industri telekomunikasi di kedua negara masih memungkinkan dalam dua tiga tahun ke depan. Para operator akan menjual menara yang dimiliki dan menggunakan dana penjualan untuk belanja modal dan mengurangi utang. Dalam hitungan kasar, masih menguntungkan bagi operator untuk menyewa ketimbang memiliki menara sendiri.
Dalam sebuah laporan terbarunya, Moody mengatakan perusahaan menara India memiliki skala lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan perusahaan sejenis di Indonesia. India, yang memiliki populasi dan pelanggan mobile yang jauh lebih besar, memiliki lebih dari lima kali jumlah menara di Indonesia. Namun, operator menara di Indonesia dimiliki secara independen yang lebih umum, karena peraturan yang lebih mendukung.
"Berbeda dengan perusahaan Indonesia, perusahaan menara India memiliki metrik operasi kuat dan neraca tetapi profitabilitas yang lebih rendah," kata Dhruv.
Sementara itu, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), emiten menara telekomunikasi, melalui TBG Global Pte Ltd kembali menjajaki penerbitan surat utang (notes) hingga sebesar US$ 500 juta atau setara Rp 6,6 triliun tahun ini. Sebelumnya, perseroan sempat membatalkan rencana tersebut karena kondisi pasar yang tidak kondusif.
Direktur Keuangan Tower Bersama Helmy Yusman Santoso mengatakan, perseroan akan meminta persetujuan rencana penerbitan notes pada rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) pada 11 Mei 2016. Dengan persetujuan tersebut, perseroan bisa lebih cepat, jika ingin mengeksekusi penerbitan.
“Waktu persis rilisnya belum ditetapkan. Kami akan lihat terlebih dahulu kebutuhan dana ekspansi dan pelunasan (refinancing) utang. Notes ini bisa menjadi salah satu sumber pendanaan,” jelas Helmy.
Adapun notes US$ 500 juta akan jatuh tempo pada 2025. Bunga surat utang tersebut maksimal 8% per tahun. Penetapan bunga tersebut berdasarkan berlakunya tingkat suku bunga di pasar, yang merupakan beban bunga yang dapat mendukung kegiatan operasional perseroan. Pembayaran bunga akan dilakukan setiap enam bulan atau periode lain yang disetujui para pihak.
Skema transaksi penerbitan ini adalah TBG Global bakal menggunakan hasil penerbitan notes untuk pemberian pinjaman dan penyertaan modal pada Tower Bersama Singapore Pte Ltd (TBS). Selanjutnya, TBS akan memberikan fasilitas pinjaman antar perusahaan kepada Tower Bersama.(*)
Baca selengkapnya di sini
Selasa, 05 April 2016
Indonesia Company Investment Analysis: PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG)
PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) didirikan pada 2001, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi dan perdagangan minyak dan gas (migas). Perusahaan memiliki area produksi di 10 blok yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Izin eksplorasi yang dimiliki berkisar antara 20 tahun - 50 tahun. Per Juni 2012, Energi Mega Persada memproduksi 14,96 juta barel migas, sehingga cadangan terbukti per Juni 2012 tersisa 1,9 miliar barel.
INDUSTRY OUTLOOK: OIL AND NATURAL GAS
Oil
Menurut International Energy Agency, permintaan minyak dunia diperkirakan tumbuh 0,9% pada tahun ini dan tahun 2013. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,3% pada 2012 dan 3,6% ditahun 2013, total permintaan minyak dunia diperkirakan rata-rata 89,8 juta barel per hari pada tahun 2012 dan 90,6 juta barel per hari pada tahun 2013.
Permintaan minyak dunia pada kuartal II 2012 tumbuh 1,4% secara tahunan. Jepang merupakan negara yang permintaannya tumbuh paling tinggi sebesar 10% karena pembangkit listrik bersumber energi nuklir diganti dengan minyak.
Sebesar 60% dari konsumsi minyak dunia digunakan oleh sektor transportasi. Harga minyak yang tergolong tinggi membuat sektor di luar transportasi menggunakan sumber energi lain.
Minyak yang digunakan untuk transportasi lebih banyak diolah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM). Di Asia, salah satu negara pengguna BBM terbesar adalah Malaysia dan Indonesia. Permintaan BBM di kedua negara tersebut biasanya meningkat tajam selama hari raya idul fitri.
Di Indonesia, kebutuhan BBM per hari mencapai 1,3 juta kiloliter akibat populasi penduduk yang sangat besar dan pertumbuhan kendaraan bermotor yang tinggi. Selama Agustus 2012, pertumbuhan kendaraan bermotor Indonesia mencapai 23,1%.
Di sisi lain realisasi produksi minyak di Indonesia pada kuartal II 2012 adalah 870 ribu barel per hari, turun dibanding kuartal sebelumnya. Penurunan produksi disebabkan oleh penghentian produksi (planned shutdown) yang dialami beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) dalam rangka instalasi baru dan perbaikan peralatan.
Ketidakmampuan produksi dalam negeri mengharuskan Indonesia impor minyak dari negara lain. Akibatnya, dalam laporan neraca pembayaran kuartal II 2012 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, terjadi defisit neraca perdagangan migas Indonesia sebesar US$ 0,06 miliar.
Natural Gas
Gas alam merupakan energi alternatif menarik untuk sumber energi baru karena lebih efisien dan beremisi rendah. Di pasar Amerika terjadi kelebihan gas alam sehingga harganya menjadi lebih rendah.
Pertumbuhan konsumsi gas alam merupakan yang tercepat dibanding sumber energi lain. Menurut International Energy Outlook, rata-rata pertumbuhan diperkirakan mencapai 1,6% per tahun selama tahun 2008-2035. Pertumbuhan konsumsi gas negara non OECD (OECD: Organization for Economic Cooperation and Development) lebih tinggi daripada negara OECD.
Gas akan terus menjadi bahan bakar yang banyak dipilih oleh negara-negara di dunia. Sebagian besar akan digunakan sebagai sumber energi pembangkit listrik dan sektor industri. Sebagian lagi gas dijadikan sebagai bahan bakar transportasi.
Di Indonesia, penggunaan energi gas alam mulai dilakukan melalui program konversi minyak tanah ke gas elpiji. Hal ini merupakan cara pemerintah untuk mengantisipasi habisnya cadangan minyak.
Menurut World Energy Report 2011, Indonesia masih memiliki cadangan gas sebesar 3,1 triliun meter kubik. Cadangan tersebut dapat digunakan hingga 40 tahun. Sementara cadangan minyak tersisa 4,2 miliar barel yang ditaksir bisa habis dalam delapan tahun.
ENERGI MEGA PERSADA’S BUSINESS MODEL
Energi Mega Persada yang tergabung dalam Group Bakrie & Brother bergerak dalam bidang eksplorasi dan perdagangan minyak dan gas. Melalui entitas anak, Energi Mega melakukan kegiatan eksplorasi di Kepulauan Kangean provinsi Jawa Timur, Riau, Jambi, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Laut Timor Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Barat.
Area produksi Energi Mega terbagi dalam 10 blok yang memiliki izin eksplorasi antara 20 tahun - 50 tahun. Luas wilayah eksplorasi minyak dan gas bumi lebih dari 28.000 km2. Total cadangan terbukti dari 10 blok tersebut per Juni 2012 adalah 1,9 miliar barrel.
Energi Mega Persada membukukan pendapatan sebesar US$ 465,1 juta hingga kuartal III-2015 atau lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar US$ 603 juta. Adapun laba sebelum beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) perseroan mencapai US$ 236 juta.
Direktur Utama Energi Mega Persada Imam Agustino mengatakan bahwa penjualan, EBITDA, dan produksi perseroan per kuartal tahun ini cukup konsisten. Namun, perseroan masih mencatat rugi bersih sebesar US$ 40 juta. “Alasan utama kerugian bersih adalah beban penyusutan yang cukup tinggi,” ungkap Imam dalam keterangan resmi.
Hingga kuartal III-2015, Energi Mega memproduksikan 11.138 barel minyak per hari dan 214 juta kubik gas kaki per hari. Catatan tersebut dibukukan dari cadangan terbukti dan terukur yang dimiliki sebesar 12,6 juta barel minyak dan 851 miliar kaki kubik gas, berdasarkan hak partisipasi. Saat ini, Energi Mega mengoperasikan 12 proyek minyak dan gas (migas) di Indonesia dan Mozambik, Afrika.
Baru-baru ini dikabarkan tiga investor potensial dari Eropa dan Afrika berminat mengakuisisi sebagian hak partisipasi Energi Mega di Blok Buzi, Mozambik. Energi Mega menawarkan hak partisipasi hingga 50%.
Saat ini, Energi Mega menguasai 75% hak partisipasi di Blok Buzi. Sedangkan sisanya 25% dimiliki oleh Pemerintah Mozambik dan Empressa Nacional de Hidrocarbonetos (ENH). Jika Energi Mega merealisasikan pelepasan hingga 50%, kepemilikan perseroan akan berkurang menjadi 25%. Per Juni 2015, akumulasi biaya eksplorasi Blok Buzi mencapai US$ 185,66 juta.
Produksi minyak dan gas selama Juni 2012 sebesar 14,96 juta barel, naik 325% dibanding periode Juni 2011. Produksi yang meningkat signifikan dikarenakan pada akhir Desember 2011 Energi Mega Persada mengakuisisi 100% Blok Offshore North West Java (ONWJ) dari CNOOC ONWJ Ltd, perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi dan produksi minyak mentah dan gas.
Per Juni 2012, Blok ONWJ memiliki cadangan terbukti sebesar 116,32 ribu barel. Blok ONWJ juga merupakan kontributor terbesar terhadap produksi Energi Mega Persada pada semester I 2012.
Pertumbuhan penjualan minyak semester I 2012 sebesar 116%, lebih rendah dari pertumbuhan penjualan gas yang mencapai 247%. Program konversi minyak ke gas yang dilakukan pemerintah berdampak pada kenaikan permintaan gas. Kontribusi penjualan minyak pada semester I 2012 terhadap pendapatan Energi kemudian turun menjadi 69,3%, dibanding posisi 2011.
Sejumlah 59% minyak dan gas yang diproduksi dijual ke pasar ekspor. Kontribusi penjualan ekspor semester I 2012 meningkat 10% dibanding semester I tahun lalu. Sejumlah 41% hasil produksi dijual kepada pasar domestik. Pelanggan domestik yang kontribusinya paling besar adalah PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara. Penjualan kepada pelanggan domestik dilakukan dengan kontrak jual beli gas.
Berakhirnya kontrak bisa berdasarkan telah habisnya waktu kontrak atau kuota minyak dan gas yang disepakati, tergantung mana yang lebih dahulu terjadi.
FINANCIAL HIGHLIGHT
Pertumbuhan pendapatan Energi Mega Persada pada semester I 2012 lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada semester I 2011. Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan harga jual minyak dan gas serta peningkatan rata-rata produksi harian, pasca akuisisi blok ONWJ dan blok Kangean. Pendapatan Energi Mega Persada pada semester I 2012 secara tahunan tumbuh 144,4% menjadi US$ 241,8 juta.
Saat laba lain alami kenaikan, laba bersih Energi Mega Persada semester I 2012 secara tahunan turun 20,9% menjadi US$ 1,2 juta, menunjukkan bahwa kontribusi anak usaha Energi yang besar terhadap kinerja konsolidasi Energi. Kenaikan beban keuangan 186% menjadi penyebab utama penurunan laba bersih. Dibandingkan semester I 2011, laba bersih Energi Mega Persada turun 20,9% menjadi US$ 1,2 juta.
Meskipun pendapatan naik signifikan, tingkat profitabilitas Energi Mega Persada rata-rata menurun. Perusahaan tidak mampu mentransmisikan kenaikan beban pokok ke dalam harga jual minyak dan gas, seperti kenaikan beban penunjang produksi yang naik hingga 374%. Sementara harga jual minyak dan gas masing-masing hanya naik 5% dan 17%.
Tingkat imbal hasil Energi Mega Persada yang tercermin dari Return on Equity (ROE) dan Return on Aset (ROA) tergolong rendah. Secara tahunan, tingkat imbal hasil untuk pemegang saham (ROE) dan tingkat imbal hasil aset (ROA) pada semester I 2012 masing-masing hanya sebesar 0,19% dan 0,06%.
ROA dan ROE yang sangat kecil dikarenakan terdapat 3 blok yang tidak beroperasi. Ketiganya memiliki cadangan yang cukup besar, totalnya sebanyak 1,6 miliar barel. Blok yang tidak beroperasi tersebut memperbesar beban penyusutan, namun belum mampu berkontribusi terhadap pendapatan.
Energi Mega juga memiliki tingkat likuiditas yang rendah dibanding emiten minyak dan gas lain. Rasio kas yang menunjukkan kemampuan kas memenuhi kewajiban lancar hanya sebesar 0,01 kali pada semester I 2012.
Sementara itu, rasio solvabilitas berada dalam posisi yang tinggi per Juni 2012. Rasio utang terhadap ekuitas tercatat berada di level 2,02 kali. Sedangkan utang berbunga yang naik hingga 77% menyebabkan rasio penggunaan utang berbunga naik 57 basis poin menjadi 1,28 kali.
Energi mencatat kenaikan arus kas defisit senilai US$ 4,6 juta pada semester I 2012, dibanding periode yang sama tahun lalu yang mengalami defisit sebesar US$ 4 juta. Arus kas defisit yang lebih tinggi karena Energi Mega melakukan penambahan aset minyak bumi dan gas. Energi Mega beroperasi dengan modal kerja negatif.(*)
Baca selengkapnya di sini
INDUSTRY OUTLOOK: OIL AND NATURAL GAS
Oil
Menurut International Energy Agency, permintaan minyak dunia diperkirakan tumbuh 0,9% pada tahun ini dan tahun 2013. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,3% pada 2012 dan 3,6% ditahun 2013, total permintaan minyak dunia diperkirakan rata-rata 89,8 juta barel per hari pada tahun 2012 dan 90,6 juta barel per hari pada tahun 2013.
Permintaan minyak dunia pada kuartal II 2012 tumbuh 1,4% secara tahunan. Jepang merupakan negara yang permintaannya tumbuh paling tinggi sebesar 10% karena pembangkit listrik bersumber energi nuklir diganti dengan minyak.
Sebesar 60% dari konsumsi minyak dunia digunakan oleh sektor transportasi. Harga minyak yang tergolong tinggi membuat sektor di luar transportasi menggunakan sumber energi lain.
Minyak yang digunakan untuk transportasi lebih banyak diolah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM). Di Asia, salah satu negara pengguna BBM terbesar adalah Malaysia dan Indonesia. Permintaan BBM di kedua negara tersebut biasanya meningkat tajam selama hari raya idul fitri.
Di Indonesia, kebutuhan BBM per hari mencapai 1,3 juta kiloliter akibat populasi penduduk yang sangat besar dan pertumbuhan kendaraan bermotor yang tinggi. Selama Agustus 2012, pertumbuhan kendaraan bermotor Indonesia mencapai 23,1%.
Di sisi lain realisasi produksi minyak di Indonesia pada kuartal II 2012 adalah 870 ribu barel per hari, turun dibanding kuartal sebelumnya. Penurunan produksi disebabkan oleh penghentian produksi (planned shutdown) yang dialami beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) dalam rangka instalasi baru dan perbaikan peralatan.
Ketidakmampuan produksi dalam negeri mengharuskan Indonesia impor minyak dari negara lain. Akibatnya, dalam laporan neraca pembayaran kuartal II 2012 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, terjadi defisit neraca perdagangan migas Indonesia sebesar US$ 0,06 miliar.
Natural Gas
Gas alam merupakan energi alternatif menarik untuk sumber energi baru karena lebih efisien dan beremisi rendah. Di pasar Amerika terjadi kelebihan gas alam sehingga harganya menjadi lebih rendah.
Pertumbuhan konsumsi gas alam merupakan yang tercepat dibanding sumber energi lain. Menurut International Energy Outlook, rata-rata pertumbuhan diperkirakan mencapai 1,6% per tahun selama tahun 2008-2035. Pertumbuhan konsumsi gas negara non OECD (OECD: Organization for Economic Cooperation and Development) lebih tinggi daripada negara OECD.
Gas akan terus menjadi bahan bakar yang banyak dipilih oleh negara-negara di dunia. Sebagian besar akan digunakan sebagai sumber energi pembangkit listrik dan sektor industri. Sebagian lagi gas dijadikan sebagai bahan bakar transportasi.
Di Indonesia, penggunaan energi gas alam mulai dilakukan melalui program konversi minyak tanah ke gas elpiji. Hal ini merupakan cara pemerintah untuk mengantisipasi habisnya cadangan minyak.
Menurut World Energy Report 2011, Indonesia masih memiliki cadangan gas sebesar 3,1 triliun meter kubik. Cadangan tersebut dapat digunakan hingga 40 tahun. Sementara cadangan minyak tersisa 4,2 miliar barel yang ditaksir bisa habis dalam delapan tahun.
ENERGI MEGA PERSADA’S BUSINESS MODEL
Energi Mega Persada yang tergabung dalam Group Bakrie & Brother bergerak dalam bidang eksplorasi dan perdagangan minyak dan gas. Melalui entitas anak, Energi Mega melakukan kegiatan eksplorasi di Kepulauan Kangean provinsi Jawa Timur, Riau, Jambi, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Laut Timor Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Barat.
Area produksi Energi Mega terbagi dalam 10 blok yang memiliki izin eksplorasi antara 20 tahun - 50 tahun. Luas wilayah eksplorasi minyak dan gas bumi lebih dari 28.000 km2. Total cadangan terbukti dari 10 blok tersebut per Juni 2012 adalah 1,9 miliar barrel.
Energi Mega Persada membukukan pendapatan sebesar US$ 465,1 juta hingga kuartal III-2015 atau lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar US$ 603 juta. Adapun laba sebelum beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) perseroan mencapai US$ 236 juta.
Direktur Utama Energi Mega Persada Imam Agustino mengatakan bahwa penjualan, EBITDA, dan produksi perseroan per kuartal tahun ini cukup konsisten. Namun, perseroan masih mencatat rugi bersih sebesar US$ 40 juta. “Alasan utama kerugian bersih adalah beban penyusutan yang cukup tinggi,” ungkap Imam dalam keterangan resmi.
Hingga kuartal III-2015, Energi Mega memproduksikan 11.138 barel minyak per hari dan 214 juta kubik gas kaki per hari. Catatan tersebut dibukukan dari cadangan terbukti dan terukur yang dimiliki sebesar 12,6 juta barel minyak dan 851 miliar kaki kubik gas, berdasarkan hak partisipasi. Saat ini, Energi Mega mengoperasikan 12 proyek minyak dan gas (migas) di Indonesia dan Mozambik, Afrika.
Baru-baru ini dikabarkan tiga investor potensial dari Eropa dan Afrika berminat mengakuisisi sebagian hak partisipasi Energi Mega di Blok Buzi, Mozambik. Energi Mega menawarkan hak partisipasi hingga 50%.
Saat ini, Energi Mega menguasai 75% hak partisipasi di Blok Buzi. Sedangkan sisanya 25% dimiliki oleh Pemerintah Mozambik dan Empressa Nacional de Hidrocarbonetos (ENH). Jika Energi Mega merealisasikan pelepasan hingga 50%, kepemilikan perseroan akan berkurang menjadi 25%. Per Juni 2015, akumulasi biaya eksplorasi Blok Buzi mencapai US$ 185,66 juta.
Produksi minyak dan gas selama Juni 2012 sebesar 14,96 juta barel, naik 325% dibanding periode Juni 2011. Produksi yang meningkat signifikan dikarenakan pada akhir Desember 2011 Energi Mega Persada mengakuisisi 100% Blok Offshore North West Java (ONWJ) dari CNOOC ONWJ Ltd, perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi dan produksi minyak mentah dan gas.
Per Juni 2012, Blok ONWJ memiliki cadangan terbukti sebesar 116,32 ribu barel. Blok ONWJ juga merupakan kontributor terbesar terhadap produksi Energi Mega Persada pada semester I 2012.
Pertumbuhan penjualan minyak semester I 2012 sebesar 116%, lebih rendah dari pertumbuhan penjualan gas yang mencapai 247%. Program konversi minyak ke gas yang dilakukan pemerintah berdampak pada kenaikan permintaan gas. Kontribusi penjualan minyak pada semester I 2012 terhadap pendapatan Energi kemudian turun menjadi 69,3%, dibanding posisi 2011.
Sejumlah 59% minyak dan gas yang diproduksi dijual ke pasar ekspor. Kontribusi penjualan ekspor semester I 2012 meningkat 10% dibanding semester I tahun lalu. Sejumlah 41% hasil produksi dijual kepada pasar domestik. Pelanggan domestik yang kontribusinya paling besar adalah PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara. Penjualan kepada pelanggan domestik dilakukan dengan kontrak jual beli gas.
Berakhirnya kontrak bisa berdasarkan telah habisnya waktu kontrak atau kuota minyak dan gas yang disepakati, tergantung mana yang lebih dahulu terjadi.
FINANCIAL HIGHLIGHT
Pertumbuhan pendapatan Energi Mega Persada pada semester I 2012 lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada semester I 2011. Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan harga jual minyak dan gas serta peningkatan rata-rata produksi harian, pasca akuisisi blok ONWJ dan blok Kangean. Pendapatan Energi Mega Persada pada semester I 2012 secara tahunan tumbuh 144,4% menjadi US$ 241,8 juta.
Saat laba lain alami kenaikan, laba bersih Energi Mega Persada semester I 2012 secara tahunan turun 20,9% menjadi US$ 1,2 juta, menunjukkan bahwa kontribusi anak usaha Energi yang besar terhadap kinerja konsolidasi Energi. Kenaikan beban keuangan 186% menjadi penyebab utama penurunan laba bersih. Dibandingkan semester I 2011, laba bersih Energi Mega Persada turun 20,9% menjadi US$ 1,2 juta.
Meskipun pendapatan naik signifikan, tingkat profitabilitas Energi Mega Persada rata-rata menurun. Perusahaan tidak mampu mentransmisikan kenaikan beban pokok ke dalam harga jual minyak dan gas, seperti kenaikan beban penunjang produksi yang naik hingga 374%. Sementara harga jual minyak dan gas masing-masing hanya naik 5% dan 17%.
Tingkat imbal hasil Energi Mega Persada yang tercermin dari Return on Equity (ROE) dan Return on Aset (ROA) tergolong rendah. Secara tahunan, tingkat imbal hasil untuk pemegang saham (ROE) dan tingkat imbal hasil aset (ROA) pada semester I 2012 masing-masing hanya sebesar 0,19% dan 0,06%.
ROA dan ROE yang sangat kecil dikarenakan terdapat 3 blok yang tidak beroperasi. Ketiganya memiliki cadangan yang cukup besar, totalnya sebanyak 1,6 miliar barel. Blok yang tidak beroperasi tersebut memperbesar beban penyusutan, namun belum mampu berkontribusi terhadap pendapatan.
Energi Mega juga memiliki tingkat likuiditas yang rendah dibanding emiten minyak dan gas lain. Rasio kas yang menunjukkan kemampuan kas memenuhi kewajiban lancar hanya sebesar 0,01 kali pada semester I 2012.
Sementara itu, rasio solvabilitas berada dalam posisi yang tinggi per Juni 2012. Rasio utang terhadap ekuitas tercatat berada di level 2,02 kali. Sedangkan utang berbunga yang naik hingga 77% menyebabkan rasio penggunaan utang berbunga naik 57 basis poin menjadi 1,28 kali.
Energi mencatat kenaikan arus kas defisit senilai US$ 4,6 juta pada semester I 2012, dibanding periode yang sama tahun lalu yang mengalami defisit sebesar US$ 4 juta. Arus kas defisit yang lebih tinggi karena Energi Mega melakukan penambahan aset minyak bumi dan gas. Energi Mega beroperasi dengan modal kerja negatif.(*)
Baca selengkapnya di sini
Langganan:
Postingan (Atom)