PT Sateri Viscose Internasional dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, sedang menggarap pabrik baru yang memproduksi serat rayon dengan nilai investasi jumbo, masing-masing Rp 10 triliun dan Rp 3,3 triliun. Pabrik baru kedua perusahaan tersebut akan memanaskan persaingan dengan market leader existing, yakni PT Indo Bharat Rayon (anak usaha Aditya Birla Group) dan PT South Pacific Viscose (Grup Lenzing).
Pabrik baru Sateri Viscose dirancang berkapasitas 350.000 ton, 75% untuk ekspor, dengan target operasi pada 2018. Sementara pabrik baru Sritex Group berkapasitas 80 ribu ton per tahun dan dibangun di Solo.
Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto mengatakan, pabrik yang berdiri di atas lahan seluas 100 hektare (ha) tersebut mampu memproduksi rayon fiber sebesar 80 ribu ton per tahun. Menurut dia, selama ini impor serat rayon untuk kebutuhan bahan baku tekstil sebesar 50%. Pabrik baru Sritex diharapkan dapat mengurangi impor sebanyak 30%.
Berdasarkan data penelusuran duniaindustri.com, kapasitas produksi serat rayon nasional saat ini mencapai 600.000 ton. Sementara kebutuhan serat rayon dalam negeri ditaksir mencapai 450.000 ton.
Rayon merupakan salah satu serat substitusi dari kapas, polyester, dan sutera. Dari keempat jenis serat tersebut, rayon dan sutera menjadi yang paling eksklusif dari segi sifat dan karakter, serta harganya tergolong lebih mahal.
Sebelum masuknya pemain baru seperti Sateri dan Sritex, dua market leader menguasai pasar. Bahkan, PT Indo Bharat Rayon telah meningkatkan lini produksi serat rayon dengan meresmikan lini ketujuh dengan nilai investasi US$ 60 juta. Dengan peningkatan produksi itu, secara total kapasitas produksi Indho Bharat Rayon mencapai 210.000 ton per tahun.
Hingga saat ini, PT Indo Bharat Rayon telah menanamkan modal melebihi US$300 juta untuk pabrik di Indonesia.
Chief Operating Officer PT Indo Bharat Rayon Bir Kapoor mengatakan sebagai grup multinasional yang bergerak di sektor tekstil secara terintegrasi, Indonesia merupakan salah satu negara yang potensial untuk terus mengembangkan usaha.
Dia mengatakan saat ini Aditya Birla Group sudah berkembang di 36 negara, di mana Indonesia termasuk salah satu negara yang disasar pertama kali untuk berekspansi. “Dari yang awalnya investasi kami di Indonesia hanya US$10 juta, sekarang secara keseluruhan grup sudah mencapai US$1 miliar.”
Selain Indo Bharat Rayon, Aditya Birla di Indonesia memiliki empat perusahaan lain yakni PT Elegant Textile Industri, PT Indo Liberty Textiles, PT Sunrise Bumi Textiles, dan PT Indo Raya Kimia. Secara keseluruhan, serapan tenaga kerjanya mencapai 6.460 orang.
Pabrik Terbesar
Grup Lenzing yang berbasis di Austria menambah investasinya di Indonesia sebesar US$ 130 juta. Penambahan investasi yang dilakukan dengan memperluas pabrik anak perusahaannya PT South Pacific Viscose menjadikan Indonesia sebagai basis produksi rayon terbesar di dunia.
PT South Pacific Viscose (SPV) yang diback-up Grup Lenzing telah meningkatkan kapasitas pabrik mereka di Purwakarta, Jawa Barat. South Pacific Viscose meningkatkan kapasitas produksi menjadi 325 ribu ton per tahun dari lima lini produksi serat rayon, meningkat dari sebelumnya 245 ribu ton.
Selain serat rayon, South Pacific Viscose juga menghasilkan sodium sulphate dengan produksi 142.000 metrik ton per tahun. Pembangunan lini kelima ditargetkan meningkatkan kapasitas sodium sulphate menjadi 188.000 ton per tahun.
Dalam tiga dekade, investasi Grup Lenzing untuk South Pacific Viscose sudah mencapai US$ 700 juta. South Pacific Viscose menjadi basis produksi Grup Lenzing di Asia. Bahkan, lini produksi kelima di South Pacific Viscose menerapkan konsep lini produksi serat rayon tunggal terbesar di dunia.(*)
Sumber: di sini
* Butuh data/riset lebih spesifik, ingin request data/riset, klik di sini
** Butuh content provider profesional, klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar