Rabu, 30 Maret 2016

Jualan Mie Instan, Omzet Indofood Capai Rp 20,6 Triliun

Omzet bisnis mi instan Grup Indofood yang dimotori PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) menembus Rp 20,6 triliun sepanjang 2015. Dengan jumlah tersebut, omzet penjualan mi instan berkontribusi 65% terhadap total penjualan Indofood CBP pada tahun lalu yang mencapai Rp 31,74 triliun.

Anthoni Salim, Direktur Utama dan CEO Indofood CBP Sukses Makmur, menjelaskan perseroan pada tahun lalu membukukan kenaikan penjualan neto konsolidasi sebesar 5,7% menjadi Rp 31,74 triliun dibanding 2014 sebesar Rp 30,02 triliun. Kontribusi penjualan divisi mi instan masih menjadi yang terbesar, yakni 65%, disusul dairy (19%), makanan ringan (6%), penyedap makanan (2%), nutrisi & makanan khusus (2%), dan minuman (6%) dari total penjualan neto konsolidasi.

Laba usaha tumbuh 25,3% menjadi Rp 3,99 triliun dari sebelumnya Rp 3,19 triliun. Margin laba usaha naik menjadi 12,6% dari 10,6%. Laba bersih meningkat 13,5% menjadi Rp 3 triliun dari sebelumnya 2,64 triliun seiring kenaikan margin bersih dari 8,8% menjadi 9,5%.

"Kami senang Indofood CBP berhasil mencatatkan kinerja yang baik pada 2015 di tengah kondisi ekonomi makro yang penuh tantangan. Kami gembira dengan perkembangan ekonomi dalam negeri yang terjadi hingga saat ini dan berharap 2016 akan menjadi tahun yang lebih baik. Namun, kami akan tetap waspada terhadap tantangan baru yang mungkin akan timbul," ujarnya dalam keterangan tertulis.

Indofood Group melalui anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), masih menguasai pasar mi instan di Indonesia, meski persaingan di sektor tersebut makin ketat. Dengan kapasitas produksi mi instan lebih dari 15 miliar bungkus per tahun, Indomie yang diproduksi Indofood CBP menguasai pangsa pasar mi instan nasional sebesar 69,6% pada 2007 dan kemudian naik menjadi 75,2% di 2011 dan terakhir sebesar 74%, menurut riset duniaindustri.com.

Indofood CBP Sukses Makmur merupakan perusahaan yang menerima penggabungan empat perusahaan di bawah Salim Group. Empat perusahaan itu adalah PT Indosentra Pelangi, PT Gizindo Primanusantara, PT Indobiskuit Mandiri Makmur, PT Ciptakemas Abadi. Proses penggabungan empat perusahaan itu dimulai pada September 2009 dan tuntas 17 Maret 2010.

Indofood CBP sendiri memproduksi mi instan dengan sejumlah merek andalan seperti Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, Pop Mie, dan Pop Bihun.

Namun, sejak 2003 dominasi Indofood di pasar mi instan mulai mengalami penurunan dengan hadirnya Mie Sedap milik PT Sayap Mas Utama, anak usaha Wings Group. Penurunan pangsa Indofood di mi instan terlihat pada 2002 pangsa pasanya 90%, kemudian menurun menjadi 75% pada 2003, dan pada 2007 sekitar 73,7% dengan menggabungkan pangsa Indomie, Supermie, Sarimi, dan Pop Mie.

Pada 2005, PT Indofood Sukses Makmur sempat menguasai sekitar 78% pangsa pasar mie instan di Indonesia. Dominasi pangsa pasar tersebut berkurang dari sebelumnya hampir 90% seiring dengan desakan KPPU agar persaingan harga yang lebih sehat. Apalagi, beberapa pendatang baru dalam bisnis mie cepat saji ini pun mulai bermunculan.

Sempat ditarik oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Taiwan ternyata tidak memengaruhi pangsa Indomie maupun Indofood. Perbedaan standar yang ditetapkan di Indonesia dan Taiwan soal penggunaan pengawet Nipagin atau Methyl p-hydroxybenzoate merupakan hal yang umum terjadi sehingga terjadi perbedaan penerapan Codex Alimentarius Commission (CAC) oleh masing-masing negara. melihat hal tersebut, peningkatan penjualan Indomie diyakini akan kembali naik.

Dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan, dominasi produk-produk Indofood Grup (Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, Pop Mie) di pasar mie instan diprediksi masih akan sulit dipatahkan. Sebab, perusahaan pelopor mie instan dan terbesar di dunia itu sudah memiliki brand equity dan cocok dikonsumsi di Indonesia.(*)

Baca selengkapnya di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar