Senin, 31 Mei 2021

Risiko Ketidakpastian Tetap Tinggi, Outlook Pertumbuhan Ekonomi 2020 Dipatok 5,8%

Duniaindustri.com (Mei 2021) – Pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 di kisaran 4,5% - 5,3% dan 2022 di kisaran 5,2% - 5,8%. Penetapan target pertumbuhan ekonomi itu telah mempertimbangkan berbagai faktor, terutama risiko ketidakpastian yang masih tinggi.



"Pemerintah selalu mempertimbangkan berbagai faktor secara komprehensif termasuk dinamika aktivitas ekonomi yang terus berkembang, baik domestik maupun global," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Senin (31/5).

Menurut dia, pemerintah memandang rentang angka outlook pertumbuhan ekonomi tersebut telah mencerminkan optimisme arah pemulihan dan potensi akselerasi pertumbuhan ekonomi dari reformasi struktural. "Rentang angka proyeksi tersebut juga secara realistis mencerminkan risiko ketidakpastian yang masih tinggi. Optimisme pemerintah juga didasarkan pada tren pemulihan ekonomi yang semakin kuat," katanya.

Sri Mulyani menyebutkan berbagai indikator utama terus mengalami peningkatan seperti indeks keyakinan konsumen sudah pada level optimis yakni di atas 100, indeks penjualan ritel terus meningkat, dan PMI manufaktur terus mencatat ekspansi dalam enam bulan berturut-turut.

Selain itu konsumsi listrik industri dan bisnis juga terus membaik dan telah tumbuh positif serta perkembangan kasus COVID-19 pasca-Idul Fitri menunjukkan angka kasus harian yang cukup terkendali.

Ia menyatakan proyeksi pemerintah tentang pertumbuhan ekonomi sudah sejalan dengan asesmen yang dilakukan oleh berbagai lembaga internasional, seperti Bank Dunia, OECD , ADB, IMF dan Consensus Forecasts.

Asesmen dari berbagai lembaga terhadap ekonomi nasional masih bervariasi dalam rentang 4,3 persen sampai 4,9 persen untuk prospek pertumbuhan ekonomi 2021 dan 5 - 5,8 persen untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022. "Variasi asesmen dalam rentang yang masih tinggi menunjukkan masih tingginya risiko ketidakpastian," ujar Menkeu Sri Mulyani.

Oleh sebab itu pemerintah tetap mengantisipasi potensi risiko yang akan terjadi seiring pemulihan ekonomi domestik dan global, termasuk yang bersumber dari lingkungan eksternal.

Tak hanya itu ia menegaskan pemerintah juga akan mengantisipasi keberlanjutan rebalancing economy China yang dapat mempengaruhi fluktuasi harga komoditas dan memberi dampak negatif pada Indonesia.

Kemudian untuk berbagai permasalahan global seperti proteksionisme, tensi geopolitik, dan perubahan iklim, juga akan terus diwaspadai. "Pemerintah sependapat risiko-risiko ini harus dimitigasi dengan berbagai langkah kebijakan yang antisipatif," kata Sri Mulyani.

Ia menjelaskan langkah utama mengantisipasi risiko global dalam jangka pendek adalah memastikan penanganan pandemi dan pelaksanaan vaksinasi berjalan efektif serta pemulihan ekonomi dapat berlangsung cepat.

Reformasi struktural juga harus berhasil agar kepercayaan investor terhadap Indonesia dapat dijaga yaitu salah satunya dengan membangun ekonomi yang lebih bernilai tambah serta mendorong diversifikasi ekspor baik dari komoditas maupun mitra dagang.

Sri Mulyani pun berharap momentum pemulihan ekonomi akan berlanjut pada 2022 dan upaya penanganan pandemi serta vaksinasi massal dapat mengendalikan laju penambahan kasus positif COVID-19.

Faktor Transparansi

Sementara itu, Ekonom Senior Fadhil Hasan menyarankan pemerintah lebih transparan terkait usulan RUU KUP terutama terkait proyeksi penerimaan APBN di jangka waktu menengah dan panjang. “Polemik rencana menaikkan PPN 15%, dan memburu orang super kaya dengan 35% tarif OP dan tax amnesty seharusnya dibingkai dalam kerangka transparansi proyeksi penerimaan negara di masa depan,” ujar Fadhil Hasan, pekan lalu.

Fadhil yang juga pendiri Narasi Institute berpendapat untuk lebih memahami revisi uu perpajakan, perlu mengetahui kondisi sesungguhnya anggaran negara baik jangka pendek dan terutama jangja menengah.  Biasanya pemerintah biasanya memiliki medium term of government revenue and expenditure yang berisi proyeksi penerimaan dan pengeluaran dalam jangka menengah (lima tahun).

“Dalam jangka pendek sebenarnya dengan UU No 2/2020 BI sudah bersedia mendukung pemerintah lewat skema burden sharing untuk memastikan kesehatan dan keberlanjutan dari fiskal. Namun nampaknya, berdasarkan proyeksi jangka menengah, pemerintah  masih akan memiliki defisit yang besar dari 3% pada tahun 2023 dan tahun-tahun selanjutnya, di sisi lain BI tidak bisa lagi memberikan dukungan bagi keberlanjutan anggaran pemerintah.  Karenanya, diperlukan kebijakan untuk menggenjot penerimaan lewat berbagai instrumen perpajakan,” jelas Fadhil Hasan.

Fadhil melihat alasan pemerintah mengajukan RUU KUP karena pemerintah ingin mengambil langkah extra ordinary dan kontroversial melalui peningkatan ppn, penambahan layer baru dalam pph, dan tax amnesty. Namun Fadhil mempertanyakan apakah rencana tersebut akan mampu meningkatkan ketahanan dan keberlanjutan fiskal, mempertahankan dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional? atau justru sebaliknya, memperberat beban masyarakat dan menahan laju pemulihan ekonomi?

Fadhil menyarankan pemerintah perlu juga dikaji apakah langkah ini mencerminkan ketidakadilan dan diskriminasi dalam masyarakat, terutama kaitannya dengan peningkatan ppn dan tax amnesty.

“Pengalaman menunjukkan bahwa program tax amnesty jilid I dianggap setengah berhasil karena capaiannya dibawah target yang ditetapkan pemerintah, selain itu jumlah repatriasi dana relatif lebih kecil daripada yang diproyeksikan,” jelasnya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 08/Safarudin/Indra)

Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:

Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 225 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 225 database, klik di sini
  • Butuh 25 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 11 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini
  • Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
  • Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini


Tidak ada komentar:

Posting Komentar